
KARAWANG,RAKA- Kesejahteraan guru honorer masih belum terangkat, 19 tahun ngajar, gaji hanya Rp500 ribu sebulan. Seperti yang dialami N. Idawatu (58), seorang guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di SDN Telarsari 2, Kecamatan Jatisari.
Sudah hampir dua dekade ia mengabdi sebagai guru honorer, dengan gaji yang tak kunjung layak. “Saya mulai jadi guru honorer sejak 16 Juli 2006. Dulu gajinya Rp50 ribu, sekarang sudah naik jadi Rp500 ribu per bulan. Tapi tetap jauh dari cukup,” ujar Idawatu dengan nada lirih, Rabu (16/7).
Baca Juga : Waspada Tren Joget Vulgar di Medsos Rambah Pelajar
Sebelum mengajar di sekolah dasar, ia sempat menjadi guru PAUD selama dua tahun. Kini, menjelang usia pensiun yang tinggal sekitar 1,6 tahun lagi, ia hanya bisa berharap ada keajaiban dari pemerintah untuk memperbaiki nasib para guru honorer.
“Saya pernah ikut tes P3K, tapi nggak lulus karena kuota untuk PAI sangat sedikit. Baru sekali ikut, karena usianya juga sudah hampir pensiun,” katanya.
Lebih miris lagi, honor yang diterima setiap bulan justru dibayarkan per tiga bulan sekali. Bantuan dari pemerintah daerah pun hanya sebesar Rp1 juta per bulan, dan tidak semua guru honorer mendapatkannya secara rutin.
“PNS itu dapat gaji besar, sertifikasi, TPP, THR, gaji ke-13. Sementara kita, guru honorer, tidak ada tambahan apa pun. Padahal jam kerja kita sama. Kadang rasanya miris,” keluhnya.
Tonton Juga : KARRASI 19 – PRODUKSI TAS HINGGA DOMPET TAHAN API
Ia berharap pemerintah, baik daerah maupun pusat, tidak hanya memprioritaskan mereka yang sudah berstatus ASN, tapi juga memberikan perhatian nyata bagi guru honorer yang telah lama mengabdi.
“Minimal ada tambahan beras atau lauk setiap bulan dari pemda, supaya hidup ini sedikit lebih layak,” harap Idawatu.
Senada dengan itu, Ketua Forum Guru Honorer Kabupaten Karawang, Dedi Ahmad P., menegaskan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai langkah konkret demi memperjuangkan status dan kesejahteraan para guru honorer.
“Kami sudah datangi semua pihak, dinas pendidikan, ketua DPRD, bahkan bupati. Tujuannya satu: agar guru honorer bisa diangkat menjadi PPPK,” tegasnya.
Namun hingga kini, perjuangan mereka terhambat oleh belum adanya petunjuk teknis (juknis) resmi dari Badan Kepegawaian Negara (BKN).
“Pemerintah daerah selalu bilang tunggu juknis dari BKN. Tapi kami mendesak agar kesepakatan yang dibuat saat RDP (Rapat Dengar Pendapat, Red) tetap dijalankan,” jelas Dedi.
Dalam RDP bersama DPRD Karawang, Dinas Pendidikan, BKPSDM, BPKAD, dan instansi terkait, telah disepakati bahwa tahun anggaran 2025 akan dialokasikan formasi sebanyak 1.596 guru honorer untuk diangkat sebagai PPPK full-time.
“Harapan kami, pemerintah segera realisasikan kesepakatan ini. Evaluasi cukup dilakukan setiap tiga bulan, bukan tahunan. Karena guru honorer juga butuh kepastian dan kesejahteraan,” tandasnya. (uty)