
PURWAKARTA, RAKA – Kabupaten Purwakarta menjadi daerah pertama di Indonesia yang menghadirkan Rumah Restoratif Justice (RJ) di seluruh desa dan kelurahan. Sebanyak 192 titik Rumah RJ telah siap digunakan untuk menjadi ruang penyelesaian masalah hukum berbasis musyawarah.
Peluncuran program tersebut digelar di Aula Janaka, kompleks Pemkab Purwakarta, Senin (25/8), dihadiri jajaran pemerintah daerah, Kejaksaan Negeri Purwakarta, serta unsur masyarakat.
Baca Juga : Bersihkan Saluran Irigasi Kecamatan Batujaya dari Sampah
Restorative justice atau keadilan restoratif merupakan pendekatan hukum yang mengutamakan penyelesaian konflik secara damai, dengan mempertemukan pelaku, korban, dan masyarakat.
Tujuannya adalah memulihkan hubungan sosial, bukan semata menghukum. Rumah RJ yang kini hadir di tiap desa dan kelurahan Purwakarta diharapkan dapat menjadi ruang musyawarah.
Kabupaten Purwakarta mencetak sejarah sebagai daerah pertama di Indonesia yang menghadirkan Rumah Restorative Justice (Rumah RJ) di seluruh desa dan kelurahan.
Tonton Juga : ARI KUNCORO, REKTOR PALING TAJIR
Total ada 192 Rumah RJ yang akan dibangun berkat kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Purwakarta dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Purwakarta.
Peluncuran program inovatif ini berlangsung di Aula Janaka, lingkungan Pemkab Purwakarta, pada Senin (25/8/2025).
Tak tanggung-tanggung, Rumah RJ akan hadir di tiap desa dan kelurahan, menjadi wadah penyelesaian masalah hukum melalui pendekatan musyawarah dan kearifan lokal, tanpa harus langsung ke meja hijau.
Bupati Purwakarta, Saepul Bahri Binzein, menyampaikan bahwa rumah ini dimaksudkan untuk memberi solusi cepat dan dekat dengan warga.
“Kalau ada persoalan di tingkat desa, sebaiknya diselesaikan dulu di Rumah RJ. Bila tidak ada titik temu, barulah ke pengadilan,” ujarnya, Senin (25/8).
Menurutnya, Rumah RJ juga menjadi ruang bagi kepala desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan tokoh masyarakat untuk menjadi juru damai dalam berbagai persoalan sosial.
Kepala Kejari Purwakarta, Martha Parulina Berliana, menegaskan bahwa peluncuran Rumah RJ di 192 desa dan kelurahan secara serentak adalah yang pertama di Indonesia.
“Kalau untuk secara serentak saya rasa kita pertama. 192 desa dan kelurahan secara serentak membentuk Rumah RJ yang kemudian mempunyai dasar hukum dengan adanya nanti keputusan dari Bupati,” kata Martha.
Menurutnya, keberadaan Rumah RJ diharapkan bisa menegakkan keadilan masyarakat lewat musyawarah mufakat, bukan berdasarkan kepentingan individu atau keuntungan sepihak.
Dalam prosesnya, korban dan pelaku akan dipertemukan, lalu keluarga dari kedua belah pihak turut hadir. Tokoh adat serta ulama dilibatkan agar tercapai kesepakatan damai yang adil.
“Keadilan yang dipulihkan secara bersama-sama sehingga tidak perlu semua persoalan dibawa ke pengadilan. Kami berterima kasih kepada Pak Bupati Om Zein atas dukungan penuh dalam mewujudkan Rumah RJ di setiap desa dan kelurahan,” ujarnya.
Martha menambahkan, Rumah RJ tidak hanya berfungsi sebagai ruang penyelesaian masalah hukum, tetapi juga bisa menjadi pusat aktivitas warga. Salah satunya di Karangmukti, bangunan Rumah RJ akan digunakan sekaligus sebagai kantor Koperasi Merah Putih, sementara lahan kosong di sekitarnya dipakai kelompok lansia untuk menanam melon.
“Model ini bisa diterapkan di Rumah RJ lainnya. Bukan hanya tempat menyelesaikan masalah hukum, tapi juga pusat aktivitas dan pemberdayaan warga,” katanya.
Ia menyebut Rumah RJ sebagai benteng musyawarah masyarakat untuk perkara hukum ringan. “Inilah keadilan restoratif, keadilan yang dipulihkan bersama, bukan demi kepentingan pribadi, tapi untuk kemaslahatan bersama,” tegasnya.
Rumah RJ juga dipandang sebagai titik kumpul sosial. Ketua DPRD Purwakarta, Sri Puji Utami yang juga hadir menilai keberadaannya menjadi simbol penting.
“Rumah RJ bisa menjadi tempat ‘pulang’, tempat paling nyaman bagi masyarakat mencari solusi dan hidup berdampingan dalam harmoni,” katanya.
Selain itu, struktur Rumah RJ melibatkan banyak pihak yakni kepala desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, tokoh adat, hingga ulama. Mereka berperan sebagai mediator atau juru damai. Dengan cara ini, keputusan yang dihasilkan diharapkan lebih dapat diterima semua pihak karena lahir dari musyawarah bersama. (yat)