
KARAWANG, RAKA- Bagi Masyarakat di Kabupeten Karawang yang ingin melakukan pendidikan kesetaraan dapat disalurkan melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di setiap kecamatan serta untuk masyarakat yang usianya masih di bawah 21 tahun, tidak dipungut biaya sepeser pun.
Kepala Bidang PAUD dan Dikmas Disdikpora Karawang H. Kosim Taryana mengatakan, Pemda Karawang sudah membiayai program kesetaraan melalui dana APBD 100 persen. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan IPM dan memberikan kesempatan kepada masyarakat dari kalangan bawah untuk bisa bersaing di dunia industri maupun profesional. “Pembiayaannya semua gratis, asalkan usianya masih masuk usia reguler. Jadi batas usianya maksimal 21 tahun dan yang di atas 21 tahun tetap bayar normal sesuai kebutuhan PKBM,”terangnya, Kamis (18/7).
Dikatakannya, banyak hal yang lebih menarik dan menguntungkan dari pendidikan non formal, baik dari cara belajar, metode dan ujiannya. “Pendidikan kesetaraan atau pendidikan non formal memang berbeda dengan pendidikan formal tetapi banyak keuntungan lebih yang didapatkan dibandingkan dengan pendidikan formal,” katanya.
Lanjutnya, di mana keuntungan yang diperoleh pendidikan non formal adalah biaya pendidikannya gratis, ada proses peningkatan skill individu, dan ada juga tatap muka melalui daring atau pun tatap muka. “Sekarang dapodik pendidikan non formal sama dengan yang formal. Bedanya cuman dicara mengajar. Kalau yang formal setiap hari membahas materi sedikit praktek, kalau yang non formal 3 hari materi 3 hari peningkatan skill,” tuturnya.
Menurutnya, ada 1.320 siswa yang sudah terdaftar di tahun 2024 untuk mengikuti pendidikan kesetaraan di Kabupaten Karawang. Namun, angka tersebut masih dikatakan jauh dari data kebutuhan. “Ada 30 ribu lebih warga Karawang yang tidak bisa melanjutkan pendidikan dan sampai Tahun 2024 sudah lebih dari 10 ribu yang masuk pendidikan kesetaraan. Maka masih 20 ribuan lagi yang harus dikejar,” terangnya.
Dia menambahkan, ada pun yang menjadi kendala adalah minimnya kesadaran pentingnya pendidikan dikalangan masyarakat. Terlebih masyarakat dari kalangan bawah, yang memang kepikiran untuk langsung bekerja ketika lulus sekolah SD atau pun SMP. “Kita sudah menyusun strategi untuk menyisir setiap desa, di mana nanti ada satu orang yang fokus untuk mendata angka putus sekolah dan mengajak atau memotivasi agar bisa melanjutkan di kesetaraan atau pendidikan non formal,” tutupnya. (zal)