
Ombudsman: Penetapan Upah Karawang Maladministrasi
KARAWANG, RAKA – Selama tahun 2019, sekitar 40 perusahaan memilih hengkang dari Karawang. Sebagian perusahaan lagi melakukan pengurangan pekerja, bahkan ada yang gulung tikar.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Karawang Abdul Syukur menuturkan, banyaknya perusahaan yang relokasi ke daerah lain di luar Karawang, dan melakukan pengurangan jumlah buruh merupakan dampak dari Upah Minimum Sektor Kabupaten (UMSK) yang terlalu tinggi. Sehingga para pengusaha lebih memilih untuk membuka usaha di daerah lain yang nilai upahnya masih rendah. “Sampai 2019 itu kurang lebih 40 perusahaan yang hengkang dan juga gulung tikar. Terakhir Februari 2020, Kido Jaya relokasi,” katanya kepada Radar Karawang, kemarin.
Selain banyak perusahaan yang pindah, kata dia, tak sedikit perusahaan yang melakukan pengurangan karyawan akibat kenaikan UMSK. Berdasarkan data dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) tahun 2018 tercatat sebanyak 17.477 orang karayawan mengundurkan diri dan 17.875 yang dipecat. “Untuk tahun 2019 belum ada laporan. Tahun 2016 sebanyak 26 ribu (kena PHK),” katanya.
Dikatakan Syukur, polemik terkait kenaikan UMSK sudah terjadi sejak tahun 2017. Pemerintah Kabupaten Karawang dalam hal ini bupati sudah mendapatkan surat teguran dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) karena telah menetapkan UMSK secara pihak. Namun pada tahun 2019, rekomendasi dari bupati mengenai kenaikan UMSK juga dilakukan secara sepihak.
Syukur menuturkan, pasca ditetapkannya rekomendasi kenaikan UMSK tahun 2019, pihaknya melakukan pelaporan kepada Ombudsman karena diduga penetapan tersebut dilakukan secara sepihak. Melalui Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang diterbitkan Ombudsman RI Nomor: R/0030/RM.01.02-12/0125.2019/II/2020 tertanggal 20 Februari 2020, diketahui jika tim pemeriksa menemukan adanya maladministrasi dalam mekanisme penetapan rekomendasi UMSK Kabupaten Karawang tahun 2019 yang dilakukan oleh bupati Karawang. “Dan tim pemeriksa Ombudsman RI agar menyampaikan tindakan korektif yaitu, bupati Karawang segera memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis atau lisan kepada kepala Disnakertrans Kabupaten Karawang dan meminta gubernur Provinsi Jawa Barat agar menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap bupati Karawang melalui Dinas Ketenagakerjaaan dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat,” paparnya.
Diteruskannya, tim pemeriksa Ombudsman RI juga memberikan waktu 30 hari kerja kepada bupati Karawang dan gubernur Jawa Barat untuk menyampaikan laporan pelaksanaan tindakan korektif tersebut sejak LAHP diterima. “Ya dengan keluarnya surat itu berarti dugaan kita benar, bahwa penetapan UMSK itu secara sepihak dan tidak sesuai mekanisme perundang-undangan,” ujarnya.
Setelah adanya surat dari Ombudsman, bukan berarti UMSK harus dibatalkan. Namun setidaknya menjadi pelajaran dan catatan bagi pemerintah daerah dan bupati agar tidak melakukan yang sama di tahun selanjutnya. “Kita harap tidak terjadi lagi. Gonjang ganjing UMSK ini sudah sejak 2017 dan sudah dapat teguran dari kementerian,” pungkasnya.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Karawang mencatat, dalam tiga tahun terakhir, sudah ada 50 perusahaan yang hengkang dari Karawang. Sedangkan pengurangan tenaga kerja selama tahun 2019, terhitung sebanyak 4.000 orang. Salah satunya di PT Dean Soes yang melakukan pengurangan sampai dua ribu orang. (nce)