HEADLINEKarawang

519 Pelajar jadi Yatim Piatu Selama Pandemi Covid-19

YATIM PIATU: Candra bermain bersama rekannya.

Sekolah Bisa Ajukan Beasiswa Karawang Cerdas

KARAWANG, RAKA – Dampak dari pandemi Covid-19 yang mewabah sejak awal tahun 2020 lalu, bukan hanya terhadap kegiatan perekonomian, dunia pendidikan dan kegiatan sosial di masyarakat. Tetapi juga menambah daftar anak yatim, bahkan yatim piatu baru karena orang tuanya meninggal dunia akibat virus impor ini.

Di Desa Wancimekar, Kecamatan Kotabaru misalnya, terdapat beberapa anak yang kehilangan orang tuanya karena Covid-19. Rizki Aditya Putra (13) dan Candra Rizkia Febrian (7) diantaranya. Kakak beradik ini terpaksa harus kehilangan seorang ibu di usianya yang masih sangat kecil. Euis Marlina (35), ibu dari dua anak ini meninggal pada bulan Maret 2021 lalu karena terpapar Covid-19. Euis meninggal setelah menjalani isolasi dan perawatan di RSUD Karawang selama satu pekan.

Awalnya, Euis hanya mengalami gejala ringan. Dia hanya mengeluhkan bahwa badannya terasa meriang dan panas. Karena gejala yang dirasakan tidak terlalu serius, pengobatan hanya dilakukan di rumah dengan memanggil dokter ke rumahnya. Setelah satu minggu menjalani pengobatan di rumah, penyakit yang dirasakan Euis belum kunjung sembuh. Kondisinya malah semakin kritis dan kekurangan saturasi oksigen sehingga menyebabkan sesak nafas. “Rumah sakit yang dekat waktu itu penuh, makanya kita langsung ke RSUD Karawang. Di sana kakak saya langsung dipasang oksigen,” ujar Ahmad Fauzi (25), adik Euis menceritakan kepada Radar Karawang, Rabu (25/8).

Selama dua hari dirawat di RSUD Karawang, Euis belum dinyatakan positif Covid-19. Namun pada hari ketiga hasil swabnya positif sehingga akhirnya Euis harus dirawat di ruang isolasi. Pihak keluarga hanya pulang pergi mengantarkan kebutuhan Euis melalui petugas rumah sakit yang merawat. Sesekali keluarga melakukan video call karena saat itu Euis dibekali handphone. “Selama isolasi paling kita video call. Tapi kondisi kesehatan kakak semakin menurun dan tepat satu minggu setelah dibawa, keluarga mendapat telepon dari RSUD untuk segera ke sana. Tepatnya malam Senin jam 10 kakak meninggal. Paginya almarhumah langsung diantar oleh petugas RSUD dan dimakamkan sesuai protokol covid,” tutur Fauzi.

Setelah ibunya meninggal, Rizki dan Candra tinggal bersama kakek dan neneknya, Nani (50) nenek dari kedua kakak beradik korban Covid-19 itu kesehariannya pedagang di sekolah dasar. Namun sejak pandemi, ia tidak bisa lagi berjualan di sekolah dan hanya bekerja sebagai buruh di salah satu konveksi dengan penghasilan Rp250 ribu per minggu. Namun demikian, Nani merawat dan mengurus cucunya dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. “Bapaknya kerja di Bekasi kuli bangunan. Jarang pulang ke sini,” ujar Fauzi.

Fauzi mengatakan, yang membuatnya sedih ketika keponakannya menanyakan di mana ibunya. Dengan penuh kepolosan, Candra Rizkia Febrian yang saat ini baru masuk sekolah dasar sering bertanya dan ingin bertemu ibunya. “Gak tega itu kalau udah nanya, mamah ke mana? Pengen ke mamah. Ibu saya paling mengajaknya untuk ziarah ke makam. Karena setiap Jumat ziarah ke makam dia lama-lama ngerti. Tapi saya tidak berani ngobrolin ibunya di dekat dia. Karena kasihan suka sedih lagi,” ungkapnya.
Kesedihan juga dirasakan Rizki Aditya Putra, anak pertama Euis Marlina yang sudah masuk kelas VII SMP, ia juga mengalami perubahan sikap dan mental sejak ditinggalkan ibunya. Ia menjadi lebih pendiam, jarang mau bergaul dengan temannya. Ia menghabiskan harinya dengan bermain gadget di rumah. “Pas awal-awal saya khawatir. Selama sebulan dia susah makan. Ngaji gak mau, mengerjakan tugas sekolah online juga gak mau,” imbuhnya.

Disinggung soal bantuan untuk kedua keponakannya yang menjadi piatu akibat Covid-19, Fauzi mengaku sampai saat ini belum ada pendataan untuk bantuan terhadap keponakannya. Termasuk bantuan pendidikan dari pemerintah daerah melalui program beasiswa Karawang Cerdas. “Belum pernah pak. Ya kalau ada bantuan kami sangat bersyukur dan alhamdulillah. Karena saya juga kerja di gudang limbah sehari cuma Rp60 ribu. Kalau ada beasiswa pasti sangat membantu kami,” ujarnya.

Sebelumnya, Pemkab Karawang memberikan bantuan beasiswa pendidikan melalui program beasiswa Karawang Cerdas. Selain diperuntukan bagi siswa berprestasi dan siswa dari keluarga tidak mampu, program Beasiswa Karawang Cerdas juga diberikan kepada anak yatim yang orangtuannya meninggal karena Covid-19.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Karawang sudah melakukan proses pendataan terhadap pelajar yang orangtuanya meninggal karena Covid-19. Berdasarkan pendataan, tercatat sebanyak 519 pelajar yatim dan piatu karena Covid-19. Beasiswa ini akan diberikan berupa uang sebesar Rp1,4 juta setiap tahun sampai lulus SMA. “Untuk yang belum terdata boleh diusulkan melalui sekolahnya,” ujar Kepala Disdikpora Karawang Asep Junaedi. (nce)

Related Articles

Back to top button