Mengintip Kampung Topi
-Sudah Turun Temurun
KOTABARU, RAKA – Sentra pembuatan topi di Desa Wancimekar, Kecamatan Kotabaru bisa menjadi tempat wisata ekonomi kreatif jika pemerintah daerah jeli melihat potensi usaha di bidang pariwisata. Pasalnya, mayoritas warga desa tersebut menjadi perajin topi.
Egi (22) mengaku sejak duduk di bangku SMP sudah membantu orangtuanya membuat topi. Menurutnya, hal itu membuat anak-anak muda di desanya sudah tidak pusing memikirkan uang jajan. “Kalau hanya untuk jajan mah tinggal maunya saja. Banyak pengusaha topi membutuhkan tenaga kita,” ungkapnya kepada Radar Karawang.
Hal serupa dikatakan Muhammad Fahri (12), usai mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah dasar, dia dan beberapa orang temannya kerap membantu orangtua mereka masing-masing menyelesaikan pembuatan topi. Meski masih iseng, tapi itu cukup membuat mereka mendapatkan uang jajan tambahan. “Capek sih enggak, tapi enak dapat uang,” katanya.
Ia melanjutkan, saat sekolah ditutup karena corona, aktivitasnya dihabiskan dengan main games dan membantu membuat topi. Menurutnya, itu dilakukan oleh mayoritas anak-anak seusianya. “Kebanyakan teman-teman suka bikin topi,” katanya.
Perajin topi asal Desa Wancimekar, Kecamatan Kotabaru, Wahyudin mengatakan bahwa peran pemerintah sangat dibutuhkan. Usaha yang saat ini digelutinya, tengah mengalami kesulitan akibat harga bahan baku topi yang semakin melonjak namun jumlah permintaan topi semakin sedikit. “Mau ditinggalkan juga, nanti saya bingung mau kerja apa, sedangkan usaha membuat topi ini menjadi usaha satu-satunya,” ujarnya.
Didin Tajudin, pemilik usaha konveksi di Kampung Cariu Bandung RT 02, RW 02, Desa Wancimekar mengatakan, berbicara soal bisnis apalagi usaha tentang topi, harus mempunyai modal yang besar, agar dapat membeli peralatan yang lengkap dan komplit. “Soalnya, semakin banyak modal yang keluarkan, maka akan semakin banyak pula keuntungan yang didapatkan. Maka dari itu, modal yang cukup besar untuk membuka usaha konveksi topi,” ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk jenis usaha yang dirintis selama tiga tahun itu, sekarang tengah mengalami kemunduran, hal itu karena komunitas yang diproduksi sepi. “Untuk sekarang, harga peralatan topi semakin naik dan pemasaran topi dipasaran juga sepi. Sekarang banyak topi yang belum di pasarkan karena topi lagi sepi. Paling juga mengandalkan topi pesanan untuk mempertahakan usahanya itu,” jelasnya. (nce)