Orang Tua Wajib Awasi Tontonan Anak, Mahasiswa Unsika Gelar Seminar Cyber Celebrity
KARAWANG, RAKA – Sebagai pengganti mata kuliah new media, mahasiswa Universitas Singaperbangsa Karawang Program Studi Ilmu Komunikasi mengadakan kegiatan seminar Exploring The Future. Kegiatan ini membahas tentang era digitalisasi yang terjadi saat ini.
Ketua panitia, Ririn Rahmadani menyampaikan, jika mahasiswa harus menyiapkan diri untuk mengikuti dan melawan tantantang yang ada di era digitalisasi saat ini. “Acara ini salah satu kegiatan sebagai pengganti mata kuliah new media society. Kita tahu sekarang sudah serba digital semua, jadi aku rasa mahasiswa harus siap melawan tantangan digital di masa depan. Semoga bisa dimanfaatkan dengan maksimal, kalau setahu aku di angkatan yang sekarang sudah ada yang mulai menyalurkan bakat seperti menyanyi di salah satu media sosial,” ujarnya, Jumat (9/6).
Pemateri Reiza Praselanova menyampaikan digital saat ini, penting untuk generasi millenial hingga Z. Meski begitu untuk orang tua masih tetap harus mengawasi tontonan untuk anak. Hal ini dikarenakan terdapat tontonan untuk anak namun mengandung unsur yang membawa dampak negatif bagi psikologis anak. Saat ini pun telah ada digital parenting. Hal itu untuk memberikan edukasi bagi orangtua terkait digitalisasi bagi anak. “Penting banget karena sekarang eranya sudah berubah, teknologinya cepat berkembang. Generasi millenial dan Z saat lahir pun ibaratnya sudah dipegangi digital. Digital memang ada bahayanya untuk parenting, ada beberapa konten kreator bikin konten kartun tapi muatannya ada tentang kekerasan sehingga ada efek psikologis ke anak seperti tantrum, tidak konsentrasi saat diajak berbicara,” ungkapnya.
Ia menegaskan, bahwa bagi anak yang masih usia balita tidak diperbolehkan untuk diberikan handphone dan sosial media. Pemberian gadget dapat dilakukan saat anak telah memasuki usia Sekolah Dasar (SD). Ia menyampaikan ketika anak sedang tantrum, pemberian gadget bukan menjadi solusi terbaik. “Ada banyak pakar psikologi yang sudah meneliti, kalau anak masih balita jangan dikasih digital kalau sudah masuk usia sekolah. Kedua diarahkan seperti menyaring dan melihat konten bagi anak. Bukan solusi yang terbaik untuk memberikan gadget bagi anak saat menangis,” tambahnya.
Digitalisasi pun telah mengarah dan berkembang di bidang pendidikan. Telah terbukti dengan adanya kewajiban guru untuk membuat animasi dan konten yang menarik sebagai media pembelajaran bagi siswa. “Imbauannya kita tidak bisa menolak perkembangan kembangan digital tapi kita bisa kontrol. Dampingi anak-anaknya karena masa depan anak kita ada di tangan kita jangan sampai mereka terpapar dampak negatif. Dunia pendidikan ada yang namanya teknologi pembelajaran artinya sudah sangat bersentuhan dan dipakai untuk memajukan pendidikan. Guru saja sudah harus bisa membuat konten, powerpoint, animasi yang menarik untuk pembelajaran,” imbuhnya.
Rulli Nasrullah, pemateri terkait literasi digital menyampaikan efek negatif yang ditimbulkan era digitalisasi seperti adanya bullying akibat komentar yang ada di media sosial. Kemudian masyarakat menjadi cepat percaya tanpa adanya konfirmasi terlebih dahulu. Selain itu dapat terjadi pula menghancurkan nama baik dari orang lain. “Literasi digital sekarang masyarakat kebanyakan sok tahu seperti komentar netizen. Komentar negatif dari netizen membuat orang lain menjadi di bully. Kedua juga banyak permainan seperti menghancur nama baik orang lain banyak ditemui di media digital. Pasar ide yang bebas dan logika waktu cepat jadi bermain banget, orang menjadi malas untuk konfirmasi dan membaca secara lengkap hanya berdasarkan judul, komentar dari orang lain,” tutupnya. (nad)