Keluarga Yakin Bripda Frisco Ditembak

JAKARTA, RAKA – Orang tua mendiang Ignatius Dwi Frisco Sirage, Y Pandi, mengaku menerima kabar bahwa anaknya sakit keras. Pandi yang tinggal di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat, diminta segera berangkat ke Jakarta.
“Awalnya saya tidak curiga. Mereka bilang anak saya sakit keras. Tapi, selama ini, anak saya tidak punya riwayat sakit,’’ kata Pandi.
Setiba di Jakarta, barulah apa yang sebenarnya terjadi disampaikan kepada Pandi. ’’Tim Densus 88 Mabes Polri menjelaskan jika seorang anggota mengeluarkan senpi dari tas, dan senpi itu meledak mengenai anak saya,’’ ujarnya, menjelang akhir pekan kemarin.
Dia merasa kecewa dengan ketidakjelasan informasi itu. Membuatnya bertanya-tanya sepanjang perjalanan berjam-jam dari Melawi menuju ke Jakarta untuk menemui sang buah hati yang ternyata telah terenggut nyawanya.
Setelah menganalisis CCTV di tempat kejadian perkara di Rusun Polri, Cikeas, Kabupaten Bogor, Polres Bogor mengungkapkan bahwa tragedi berdarah itu diawali dari Bripda IMS yang menenggak minuman keras bersama dua rekannya sesama anggota Polri, AN dan AY, pada Sabtu (22/7) pukul 20.40 WIB.
Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro mengatakan, saat itu Bripda IMS menunjukkan senjata api yang dia bawa kepada dua saksi tersebut dalam keadaan magasin tidak terpasang. Setelah itu, IMS memasukkan senpi dan magasin ke dalam tas.
Rekaman CCTV menunjukkan, pukul 01.39 WIB di hari berikutnya (23/7), korban IDF memasuki kamar saksi AN. Waktu itu, IMS kembali menunjukkan senjata api kepada korban. ’’Saat tersangka menunjukkan senjata api itu kepada korban, tiba-tiba senpi tersebut meletus dan mengenai leher korban IDF. Terkena pada bagian bawah telinga sebelah kanan, menembus ke tengkuk belakang sebelah kiri,’’ jelas Rio, seperti dilansir Radar Bogor.
Akibat kejadian itu, korban IDF meninggal dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Hingga kemarin, Polres Bogor telah memeriksa delapan saksi. Barang bukti yang telah disita, antara lain, rekaman CCTV, satu pucuk senjata api jenis pistol rakitan nonorganik, satu selongsong peluru kaliber 45 ACP, dan satu proyektil serta handphone milik korban, tersangka dan saksi.
Polres Bogor juga menetapkan Bripda IMS dan Bripka IGD selaku pemilik senjata api sebagai tersangka. Kepada tersangka IMS, polisi menerapkan Pasal 338 dan atau 359 KUHP, dan atau UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Sementara itu, tersangka IGD dikenai Pasal 338 juncto 56 dan atau 359 juncto 56 KUHP, dan atau UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. ’’Ancaman pidana hukuman mati atau penjara seumur hidup, atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya 20 tahun,’’ tandas Rio.
Pandi meminta pelaku dihukum dengan seadil-adilnya dan diproses secara terang benderang. Sementara itu, ibunda IDF, Inosensia Antonia Tarigas, mengungkapkan bahwa anaknya merupakan sosok yang sangat baik. ’’Dia anak yang baik, tak pernah menyusahkan orang tua. Bahkan untuk meminta ini-itu sangat jarang. Memang ada kalanya dia ngotot minta sesuatu, tapi masih dalam batas kewajaran. Namanya juga anak-anak,’’ ceritanya.
Jenazah Frisco telah dimakamkan pada Rabu (26/7) di Melawi. Upacara pemakamannya dilakukan Polres Melawi dan disambut tangis haru keluarga besar di Nanga Pinoh Melawi.
Sementara itu, Jelani Christo, pengacara keluarga korban, menyebut ada kejanggalan-kejanggalan dan keterangan-keterangan yang kurang tepat atas tewasnya Bripda Frisco. Karena itu, dia bersama tim pengacara akan mengungkap sejelas-jelasnya.
Dia berpendapat jika Bripda Frisco bukan tertembak, melainkan ditembak. ’’Kami bersama Lembaga Bantuan Hukum Mandau Borneo Keadilan, Aliansi Advokat Borneo Bersatu, serta Hotman Paris 911 akan menindak proses hukum ini untuk mendapat keadilan dan mengungkap sejelas-jelasnya,’’ ucapnya.
Dia memastikan Front Borneo Internasional akan mengawal kasus tersebut. ’’Begitu juga masyarakat Dayak di seluruh Kalimantan,’’ tegasnya.
Dia mengatakan, selain hukum negara dijalankan, begitu pula hukum adat. ’’Karena pihak keluarga juga sudah memberikan mandat kepada kami untuk mengungkap dan mengawal kasus ini,’’ ujarnya. (jpc)