KARAWANG

Budidaya Ikan Nila Salin Dibangun di Karawang

KARAWANG, RAKA – Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono mendatangi kawasan Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB) Karawang. Kegiatan ini untuk membangun model budidaya ikan nila salin yang berbasis kawasan. Kabupaten Karawang akan menjadi pilot project dalam mengaktifkan tambak yang sudah tidak digunakan di wilayah Pantura.
Luas lahan yang akan digunakan seluas 80 hektare. Ia menyebutkan model budidaya ini akan meningkatkan produksi ikan nila salin di tingkat nasional. Lokasi tambak tersebut merupakan tempat tambak udang yang sudah tidak produktif. “Ini adalah bekas tambak udang, yang sudah tidak produktif lagi. Kemudian kami mencoba modifikasi dengan tidak lagi udang, tapi tilapia. Pasar ikan ini cukup bagus, kira-kira sebesar USD13 miliar pada 2030,” ujarnya, Jumat (2/2).
Saat ini ikan nila salin telah ditetapkan sebagai salah satu komoditas perikanan yang mempunyai kualitas unggul di bidang ekspor. Ia menjelaskan konsep pembangunan itu akan terbagi ke dalam empat blok sekaligus. Di lokasi pun akan disediakan fasilitas untuk mengelola air limbah, inlet outlet, tandon sampai dengan laboratorium. Pembangunan akan menggunakan teknologi. Salah satu penerapannya akan dimanfaatkan untuk memberikan pakan secara otomatis. “Tambak blok A dan B saat ini sudah mulai berproduksi, sedangkan sisanya dalam tahap pengembangan. Dia berharap, semua pembangunan bisa segera rampung, bisa segera diresmikan. Kami akan mengedepankan teknologi terkini salah satunya untuk penggunaan mesin pakan otomatis,” tambahnya.
Hasil produksi diperkirakan mencapai angka 7.020 ton dalam satu siklus. Selanjutnya untuk berat ikan yang dapat dipanen sebesar 1 kilogram per ekor. Masa produksi membutuhkan waktu selama 8 hingga 9 bulan. Karawang akan menjadi pilot project untuk menghidupkan kembali tambak lainnya yang sudah tidak aktif di wilayah Pantai Utara Jawa. “Kalau ini berhasil dengan baik, ada luasan sekitar 78 ribu hektare di Pantura yang sekarang tidak berfungsi dengan baik. Ini saya kira kita bisa modifikasi, revitalisasi,” imbuhnya.
Direktur Utama BRI, Sunarso yang ikut meninjau lokasi modeling budidaya nila salin, mengungkapkan besarnya potensi ekonomi yang akan dihasilkan. Potensi ini bahkan bisa dimanfaatkan oleh para pelaku usaha mikro kecil (UMKM) perikanan. Ia memberikan dukungan penuh untuk pembangunan tersebut. “Tadi saya lihat 80 hektare itu 1 siklus 8 bulan, net profit nya Rp38 miliar, sehingga kita ngitung-ngitung 3 – 4 siklus saja balik modal. Ini nanti modeling kalau selesai, cocok pelakunya adalah pembudidaya dan itu cocok untuk BRI, karena BRI kan fokusnya ke UMKM. Jadi kita sama-sama nanam, yang satu tanam ikan, yang satu tanam pohon. Ini program mulai dari nanam, pemeliharaan, bahkan akan diukur berapa biomassa yang terbentuk dan berapa kemampuan menyerap karbonnya,” tutupnya. (nad)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button