Karang Taruna Belajar Olah Limbah Ban
PANGKALAN, RAKA – Upaya meningkatkan kesejahteraan pada industri kecil berbasis kemasyarakatan mulai mendapat perhatian serius di wilayah Kecamatan Pangkalan. Itu dibuktikan dengan studi banding yang dilakukan anggota karang taruna di Kampung Cikulu, Desa Cintaasih. Mereka belajar pengolahan karet sisa industri menjadi limbah bernilai ekonomis. “Saya sengaja datang untuk mengadakan studi banding usaha pengelolaan karet ban. Ternyata bisa dimanfaatkan dan memberi peluang usaha dan lapangan pekerjaan baru kepada masyarakat,” tutur Yudi, perwakilan karang taruna Dusun Parunglaksana, Desa Tamansari, Minggu (20/1).
Yudi berharap kunjungan yang dilakukan bersama anggota karang taruna dari dusun lainnya bisa menjadi bekal yang bisa diimplementasikan kembali nanti di dusunnya. Terlebih, aku Yudi pengelolaan limbah itu, tidak berbahaya dan ramah lingkungan serta efektif bisa mengajak masyarakat terutama kawula muda bekerja dan tidak harus bekerja di pabrik.
Ban limbah yang merupakan bagian dalam ban diolah dengan teknik pemisahan elemen ban. Seperti nilon, kawat dan lingkaran ban dalam dari kawat. Proses pemisahan menggunakan mesin bernama injektor berdaya listrik sehinga menghasil karet limbah bernilai ekonomis. Sementara limbah yang dipisahkan pun masih bisa dijual. Hal itu yang membuat tertarik pengurus karang taruna desa Tamansari untuk mempelajarinya.
Komarudin (27) pemilik usaha pengelolaan limbah ban mengatakan dirinya sudah setahun membangun usaha itu. Awalnya memang pernah bekerja di badan usaha yang juga mengelola bisnis serupa di wilayah Cibitung, Kabupaten Bekasi, hingga kemudian nekat dengan membuka usaha sendiri. “Kami sudah memperkerjakan warga sekitar sembilan orang yang rata-rata berusia muda. Dalam satu hari mereka mampu dapatkan upah Rp 150.000 – Rp 200.000 dan mereka bekerja dari jam 09.00 Wib hingga 15.00 Wib,” jelasnya.
Sementara harga karet limbah ekonomis dihargai Rp 200 per kilogramnya. Dalam satu hari pekerja bisa mengerjakan proses pemilahan hingga 150 Kilogram. “Hanya saja usaha saya terbentur modal sehingga tidak bisa eskalasi besar namun bisa bertahan pun saya cukup bangga,” ungkapnya.
Untuk saat ini , Terang Komar proses ketersediaan ban dan pembeli ban, akan tetap membeli hasil pengelolaan itu hingga berkilo-kilo gram, bahkan dalam jumlah besar pun pasti akan diterima. Bahan mentah itu sangat dibutuhkan untuk membuat sendal, sepatu, ban dan industri rumahan yang menggunakan karet. (yfn)