KARAWANG

Ruang Kelas Kontainer Diprotes Mahasiswa Unsika

KARAWANG, RAKA – Mahasiswa Unsika memprotes penggunaan kontainer sebagai ruang kelas. Mahasiswa mengkhawatirkan kenyamanan proses perkuliahan terganggu, belum lagi Unsika anggaran yang besar dikeluarkan untuk membangun ruang kelas tersebut.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) Yoga Muhamad Ilham mempertanyakan besarnya anggaran untuk ruang kelas kontainer yang mencapai Rp5 miliar.

“Sudah ada contoh beberapa dari Unesa dan kampus di luar negeri, tapi untuk di Kampus 2 Unsika masih kurang memadai untuk ruang kelas di kontainer. Di sana belum ada penghijauan, takutnya secara faktor cuaca dan situasi di sana akan mengganggu proses belajar,” ujarnya, Senin (16/12).

Yoga telah berulang kali meminta adanya kejelasan terkait progres pembangunan gedung di kampus 2, namun hal tersebut tidak mendapatkan respon baik dari rektorat.

“Mendukung Komisi IV DPRD Karawang untuk mengadakan diskusi secara langsung dengan pihak rektorat. Berkali-kali saya menanyakan pembangunan strategis gedung dan ruang kelas tidak pernah direspon, skala prioritas pembangunan dari rektorat tidak jelas sampai sekarang.

Banyak teman mahasiswa yang mengalami kekurangan kelas dan ormawa kekurangan gedung untuk melakukan kegiatan. Teman-teman Fakultas Kesehatan, Pertanian, Hukum juga mempertanyakan untuk fakultas yang akan menempati kontainer tersebut.

Saya melihat kontur tanah di sana juga tidak rapih, perlu adanya peninjauan kembali,” lanjutnya.

Ketika mendatangi lokasi pun terlihat kondisi lantai kontainer masih membutuhkan sentuhan dari pihak kampus. Tidak hanya itu, untuk atap dan dinding pun perlu dipercantik kembali. Ia mengimbuhkan dari pihak organisasi mahasiswa akan mengadakan rapat dan mengajukan permintaan adanya audiensi dengan rektorat.

“Kontainer itu belum digunakan, masih ada yang harus diperbaiki seperti lantai, dinding, menyediakan pendingin ruangan dan penambahan listrik. Langkah pertama akan melakukan rapat koordinasi dengan semua ormawa dan mengajukan surat audiensi dengan rektorat. Psikologis masa sudah tidak bisa saya bendung lagi, sudah banyak pertanyaan dari teman-teman,” imbuhnya.

Rohmah Laila Sari, mahasiswa dari salah satu fakultas mengaku tidak setuju adanya ruang kelas kontainer. Menurutnya, Unsika memiliki lahan luas dan bisa dipergunakan membangun ruang kelas.

“Pikirkan juga kenyamanan mahasiswa di ruang kelas, kami membayar UKT seharusnya disediakan fasilitas yang sesuai. Kedua di dalam kontainer akan terasa panas apalagi kalau ada mata kuliah yang membuat pusing.

Kalau tidak efektif tidak digunakan dan usahakan gunakan UKT dari mahasiswa untuk memberikan fasilitas,” ungkapnya.
Hal yang sama pun diungkapkan oleh Nisrina, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Ia menginginkan agar adanya pembangunan gedung baru yang layak dan pemanfaatan gedung serta ruang kelas yang sudah ada.

“Saya melihat dari sosial media, sebagai mahasiswa sedikit malu. Kalau belum ada persiapan yang matang untuk alokasi dana pembangunan gedung ruang kelas tidak perlu langsung memberikan fasilitas yang seadanya. Lebih baik menunggu waktu cukup lama tapi mendapatkan fasilitas bagus, di kampus 1 dan 2 ada ruang kelas yang bisa di rolling untuk penggunaannya,” tegasnya.

Mahasiswa berinisial DP, Fakultas Ekonomi menyetujui adanya penambahan ruang kelas. Dirinya menilai mahasiswa saat ini membutuhkan ruang kelas dan penambahan tersebut telah sesuai dengan anggaran yang terdapat di dalam pencatatan.

“Saya tidak menyalahkan Unsika menggunakan kontainer sebagai kelas, hanya saja dengan anggaran 6,4 miliar ya kalau kita lihat di SiRUP. Kalau masalahnya untuk mengatasi pengadaan kelas dengan cepat, kelas ini ibaratkan dalam kampus itu sebagai kebutuhan primer sebagai mahasiswa untuk kegiatan belajar, ya sudah seharusnya ada dan nyaman,” tegasnya.

Meski begitu untuk ruang kelas dengan menggunakan kontainer wajib disesuaikan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Dirinya menyayangkan adanya tindakan cepat namun kurang efektif yang diberikan oleh pihak kampus.

“Kalau nanti ada yang bilang Unsika gak ada duit, ya ini bukan masalah uang, Unsika bisa bikin gerbang kampus 2 dengan anggaran 2 miliar, jadi terbantahkan itu. Saya pikir ini jelas soal prioritas, Unsika kurang memprioritaskan kebutuhan primer mahasiswa,” lanjutnya.

Ibrahim, Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Unsika mempunyai rasa khawatir tentang rasa nyaman ketika proses belajar di dalam kontainer. Sebelumnya pihak ormawa tidak pernah memperoleh adanya informasi terkait hal ini.

Baca Juga : 11 Hari Tertahan di Kantor Agen

“Informasi detail tentang ruang kelas kontainer ini untuk mahasiswa belum banyak yang mengetahui. Rasa khawatir kami takut fasilitas tidak sesuai standart. Saya belum pernah masuk ke dalam sana karena untuk semester ini kegiatan akademik sudah selesai, tahu dari media bukan tahu secara langsung,” paparnya.

Ia mengaku menginginkan agar dibangunkan gedung baru. Hal itu disebabkan adanya ketidakefektifan dalam proses pembelajaran selama ini. Solusi yang diberikan dari rektorat selama ini hanya menggunakan sistem pembelajaran hybrid.

“Pastinya gedung karena standar ruang kelas itu di bangunan permanen. Permasalahan utama jumlah mahasiswa sekarang sudah membludak, di pertanian saja sekarang untuk satu program studi sudah ada 8 kelas sedangkan di kampus 1 sudah over populasi.

Selama ini solusinya hanya hybrid ketika ruang kelas penuh. Jujur terganggu, ingin perkuliahan kita berjalan dengan optimal. Ketika pembelajaran hybrid dan penggabungan mahasiswa dari dua sampai tiga kelas sangat tidak efektif.

Kalau ke ormawa tidak ada informasi apapun, kita tahu secara mendadak dan tidak ada informasi yang jelas untuk penggunaannya,” tutupnya.
Sementara itu dari pihak Rektorat Unsika hingga berita ini dituliskan tidak memberikan keterangan apapun. (nad)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button