Permintaan Dodol Imlek Menurun
PURWAKARTA, RAKA – Perajin kue keranjang atau dodol Cina asal Kabupaten Purwakarta, mengeluh soal penurunan produksi pada Imlek 2019 ini. Pasalnya, produksi kue dengan khas rasa manis itu hanya mencapai 1,8 ton. Hal tersebut berbading jauh dengan tahun sebelumnya yang mencapai 2,5 ton.”Ada penurunan permintaan. Makanya, produksi kami hanya sebanyak 1,8 ton beras ketan putih,” ujar Mulyadi (68), perajin kue keranjang asal Jalan Taman Pahlawan, Gang Bayeman, Kelurahan Nagri Kaler, Minggu (3/2).
Meskipun ada penurunan produksi, ada kabar baik soal harga kue keranjang ini. Pasalnya, tahun ini harga kue keranjang yang diproduksi pria yang biasa disapa Ko Pikong itu, turun. “Tadinya dijual seharga Rp40 ribu per kilogram. Tahun ini, hanya Rp35 ribu per kilogram. Untuk harga ecerannya, Rp12.500 per picisnya,” ujarnya.
Menurut Mulyadi, dirinya telah memroduksi kue keranjang sejak 30 tahun yang lalu. Keterampilan membuat kue tersebut, diperolehnya dari ibu kandungnya, Mulyati.
Dari dulu, Mulyati membuat kue keranjang setiap setahun sekali. Saat ini, usahanya diturunkan pada Mulyadi. Sebab, anak yang lain tak mau berkecimpung dalam usaha pembuatan dodol tersebut.
Saat ini, lanjut Mulyadi, dodol buatannya ini banyak dilirik oleh konsumen yang telah menjadi pelanggannya. Salah satunya, pelanggan tetapnya yakni pemilik toko emas yang cukup terkenal di Kabupaten Purwakarta. “Khusus pesanan toko emas langganan ini, mencapai satu ton kue keranjang,” ujarnya.
Karena itu, dirinya terus mengebut produksi untuk permintaan pelanggan tersebut. Apalagi menjelang imlek, permintaannya semakin banyak. Adapun produksi kue keranjang ini, mulainya sejak pekan terakhir Desember 2018 hingga dua pekan setelah imlek.
Setelah itu, Mulyadi tidak lagi memroduksi dodol Cina itu. Sebab, pernah dia mencoba, memroduksi kue keranjang di hari-hari biasa. Ternyata, tidak laku di jual. “Pernah, kita coba membuat dodol Cina, sehari 20 kilogram beras putih. Ternyata, tidak laku. Akhirnya, dodol itu habis dimakan sendiri dan dibagikan ke tatangga,” ujarnya.
Sementara itu, Hayati (67) isteri Mulyadi, menuturkan, dirinya sejak awal menikah langsung tertarik menekuni usaha dodol Cina. Bersama suaminya, ia terus menjalankan usaha tersebut hingga hari ini. “Dari muda sampai usia kita sudah tua, kita tetap membuat dodol Cina. Soalnya, tidak ada lagi perajin dodol di Purwakarta ini,” ujarnya.
Hayati menuturkan, dodol Cina yang diproduksinya diyakini memiliki kualitas terbaik. Sebab, dari komposisi, dodol ini menggunakan bahan baku berkualitas. Serta, tidak menggunakan bahan pengawet ataupun perisa makanan. Adapun bahan bakunya, yaitu beras ketan putih kualitas bagus yang digiling menjadi tepung. Lalu, gula pasir. Serta, air rebusan daun pandan.
Untuk menghasilkan dodol Cina yang bagus, lanjut Hayati, yaitu satu kilogram tepung ketan dicampur dengan dua kilogram gula pasir. Terus, dicampur air rebusan daun pandan. Dicampur, hingga teksturnya lembut. “Yang paling utama, mengukusnya harus 14 jam. Jadi, dodolnya matang dengan sempurna. Warnanya, merah kecoklatan,” ujar Hayati.
Kue keranjang yang diproduksinya ini, bisa tahan sampai setahun. Apalagi, disimpan di mesin pendingin. (gan)