![](https://sp-ao.shortpixel.ai/client/to_auto,q_glossy,ret_img,w_780,h_470/https://radarkarawang.id/wp-content/uploads/2025/02/ketua-pgri-780x470.avif)
RadarKarawang.id – Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Karawang sewot. Mengecam keras konten kreator BroRon yang menyebut guru maling.
Ketua PGRI Kabupaten Karawang Uyat, mengecam keras pernyataan BroRon yang menyebut guru di SMPN 1 Kutawaluya sebagai maling.
Pernyataan tersebut memicu reaksi luas dari kalangan pendidik dan organisasi profesi guru di Karawang.
Uyat menjelaskan pihaknya langsung berkoordinasi dengan pejabat Dinas Pendidikan, termasuk Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Karawang, untuk menyelidiki kejadian tersebut.
“Saya berangkat ke SMPN 1 Kutawaluya pada hari kedua setelah kejadian. Saat tiba di lokasi, sudah banyak lembaga lain, termasuk LSM, yang turut memantau.
Kami juga bekerja sama dengan Ketua PGRI Kutawaluya untuk masuk ke dalam dan melakukan investigasi langsung,” ujar Uyat.
Dalam investigasi tersebut, Uyat menanyakan langsung kepada para guru terkait insiden yang terjadi. Berdasarkan keterangan yang dihimpun, BroRon tidak bertanya langsung kepada kepala sekolah, melainkan kepada Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum.
Menurutnya, BroRon kurang tepat apabila menanyakan mekanisme penyaluran Program Indonesia Pintar (PIP) tahun 2020, 2021, dan 2022, karena kepala sekolah sebelumnya sudah pindah atau pensiun.
Baca juga: Warga Klari Geruduk PT Chang Shin
“Yang membuat kami geram adalah ketika dia menekan guru-guru dengan menyebut mereka sebagai maling. Bahkan, ada seorang guru yang menangis akibat ucapan tersebut,” tambahnya.
Lebih lanjut, Uyat mengungkapkan bahwa ketika ia mendatangi sekolah, BroRon kembali datang dengan dikawal tujuh orang berwajah garang.
“Saya tidak tahu dia akan datang lagi. Kalau tahu, saya pun akan mempersiapkan rekan-rekan kami. Saat itu, dia berbicara kasar kepada saya dengan mengatakan, ‘Bacot lu!’ Ini jelas merupakan penghinaan.
Dalam budaya Sunda, ucapan seperti itu tidak pantas. Saya sebagai Ketua PGRI Karawang merasa dilecehkan,” tegasnya.
Uyat menegaskan masalah utama bukanlah terkait pemeriksaan PIP, melainkan cara penyampaian dan tuduhan yang merugikan para guru.
“Kalau ada oknum yang menyalahgunakan dana, silakan diproses sesuai hukum. Tapi jangan sampai semua guru dicap sebagai maling. Di mana-mana, oknum pasti ada, tapi jangan menggeneralisasi semua pendidik,” ujarnya.
Sebagai langkah lanjutan, Uyat mengungkapkan bahwa pihaknya akan menggelar rapat dengan seluruh Ketua Cabang PGRI se-Kabupaten Karawang.
“Kami memiliki tim hukum, dan kami akan memastikan langkah yang kami ambil berdasarkan hukum. Jangan sampai pernyataan seperti ini merusak martabat para pendidik,” tegasnya.
Tonton juga: SBY Versus Mega
Terkait skema pencairan PIP, Uyat menjelaskan bahwa pencairan dana aspirasi berbeda dengan dana reguler.
“Saya pernah menjadi kepala sekolah, jadi saya tahu mekanismenya. Ada pihak-pihak tertentu yang menawarkan pencairan PIP aspirasi dengan syarat tertentu, seperti persetujuan 30-35 persen.
Jika sekolah menolak, mereka menghubungi orang tua siswa agar datang ke sekolah dan meminta persetujuan sekolah,” jelasnya.
Uyat juga menjelaskan bahwa dana PIP dapat diambil oleh sekolah yang memberikan tugas terhadap guru, ataupun oleh peserta didik langsung.
“Saat pandemi Covid-19, memang ada perwakilan yang mengambil dana PIP, tetapi setelah itu, pencairan dapat dilakukan langsung oleh peserta didik tanpa perwakilan,” pungkasnya.
Dengan adanya pernyataan yang dinilai merugikan profesi pendidik, Ketua PGRI Karawang berencana mengambil langkah hukum untuk melindungi para guru dan memastikan kejadian serupa tidak terulang.
Terpisah, Dian Suryana, Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Kebijakan (Pustaka) menilai aksi BroRon dinilai cukup efektif dalam membongkar dugaan praktik tidak jujur di dunia pendidikan.
“Bukti keberhasilannya, sudah ada informasi bahwa pihak sekolah mengembalikan hak siswa yang sebelumnya diduga mengalami pemotongan dana.
Hanya dengan melaporkannya di media sosial, kasus ini bisa cepat terungkap. Ini menjadi semacam sindiran bagi aparat penegak hukum (APH),” ujarnya.
Meski demikian, Dian menilai ada aspek yang perlu dikoreksi dalam cara BroRon mengungkap kasus ini.
Secara hukum, meskipun ditemukan indikasi pelanggaran dalam penyaluran dana PIP, investigasi yang dilakukan oleh BroRon tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dian mencontohkan, jika suatu saat APH ingin menindaklanjuti kasus ini, pengembalian dana kepada siswa tidak serta-merta menghapus pertanggungjawaban pidana.
Sebab, tindak pidana korupsi bukanlah delik aduan (klacht delict), sehingga tetap bisa diproses hukum meskipun uang telah dikembalikan.
Selain itu, tindakan BroRon juga tidak memiliki dasar pro justitia yang dapat dijadikan alat bukti dalam proses hukum.
“Sebetulnya, jika sudah berhasil mengungkap indikasi pelanggaran, lebih baik langsung dilaporkan ke APH. Ini akan memberikan efek jera serta membantu tugas APH dalam memberantas praktik semacam ini,” tambahnya.
Dian juga menegaskan bahwa pelaporan ke APH merupakan langkah hukum yang tepat untuk memastikan kasus ini diproses sesuai prosedur.
Selain itu, langkah ini juga bisa mencegah tindakan main hakim sendiri (Eigenrichting) yang berpotensi muncul akibat pengungkapan dugaan penyimpangan dana tersebut.
“Jadi, BroRon tidak perlu lagi membentak atau menggebrak meja. Lebih baik fokus pada langkah hukum agar permasalahan ini benar-benar ditindaklanjuti sesuai aturan,” pungkas Dian. (cr1)