KARAWANG, RAKA – Ribuan santri dari sejumlah pesantren di Karawang, siang kemarin berunjukrasa. Mereka memprotes cuitan puisi Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon.
Para santri yang berasal dari berbagai pesantren dan ormas Nahdlatul Ulama itu longmarch di jalanan kota Karawang menuntut Fadli Zon minta maaf atas cuitannya yang diduga menyinggung Mustasyar PB NU KH Maimun Zubair.
Ketua PCNU Karawang KH Ahmad Ruchiyat Hasby mengatakan, aksi yang melibatkan para pengurus NU di tingkat majelis wakil cabang hingga ranting ini dilakukan sebagai reaksi spontanitas kalangan santri.
Menurutnya, apa yang diungkapkan dalam puisi Fadli Zon tersebut sebagai bentuk pelecehan. Walaupun disampaikan dalam bentuk puisi yang objeknya menyindir Mbah Moen, sapaan KH Maimun Zubair, Pimpinan Pesantren Al Anwar Rembang Jawa Tengah.
Kata pria yang akrab dipanggil Uyan itu, wajar jika pihaknya menuntut Fadli Zon meminta maaf secara terbuka atas cuitan puisi tersebut. “Warga NU dan santri membuktikan khidmat kesetiaan kita NU dan para kiainya,” katanya.
Ketua PWNU Jawa Barat KH Hasannuri Hidayatullah mengatakan, apa yang dilakukan para santri dan barisan kiai di Karawang adalah aksi yang spontanitas, karena kiai sepuhnya diperlakukan tidak semestinya.
Dirinya berharap, dengan adanya aksi-aksi para santri ini, orang-orang yang menjadikan para kiai sepuh sebagai obyek negatif hanya karena urusan perpolitikan dibukakan pintu hatinya.
Kiai yang akrab disapa Gus Hasan ini, mengapresiasi aksi santri ini sebagai bentuk kepedulian mereka pada para kiai sepuh. “Saya mengapresiasi aksi santri ini sebagai wujud kepedulian pada para kiai sepuhnya,” ujar Pimpinan Pesantren Ashidiqiyah Cilamaya ini.
Selain diikuti para pengurus NU, aksi unjukrasa juga diikuti santri dari Ponpes Ashidiqiyah Cilamaya, Arrohmah Kosambi, Al Fathimiyah Telukjambe, Annihayah Rawamerta, Al Hasan Dawuan, Al Mukhlis Galuh, Al Furqon Kosambi dan sejumlah pondok pesantren lainnya. Massa berjalan kaki setelah salat Jumat mulai dari kantor PCNU di Jalan Dewi Sartika Karawang, ke Pemkab Karawang, hingga Masjid Agung. Di sana dilakukan doa bersama.
Sementara itu, pihak keluarga KH Maimoen Zubair berharap, masyarakat terutama para santri agar menyudahi polemik puisi ‘Doa yang Ditukar’ buatan Fadli Zon. Kondisi tersebut dinilainya, dapat memengarahui stabilitas keamanan pada penyelenggaraan pemilu. “Ini sudahlah, namanya aja Pemilu. Soal doa Mbah Moen itu nggak usah dipanjang-panjangkan. Pemilu ini mari kita jalankan secara damai, dan wujudkan pemilu yang berkualitas,” kata putra Mbah Moen, KH Majid Kamil MZ.
Gus Kamil mengatakan, perbedaan pilihan dalam Pemilu tidak seharusnya membuat perpecahan. Dia mewakili keluarga Mbah Moen berharap nantinya siapapun Presiden yang terpilih, seluruh masyarakat dapat mendukung secara penuh. “Jangan sampai nanti pendukung pasangan calon sana, terus digembosi yang sini ya jangan lah. Pemilu ini kan untuk bagaimana mendirikan negara dengan presidennya yang baik,” katanya.
Gus Kamil menegaskan, masalah tersebut bukanlah sesuatu yang darurat untuk dibahas. Masih banyak hal lainnya yang lebih penting.
Hal serupa dikatakan Taj Yasin Maimoen Zubair, adik dari Gus Kamil. Wakil Gubernur Jawa Tengah itu pun menyebut, saat ini selayaknya masyarakat memikirkan bagaimana caranya nanti agar seluruh TPS yang ada dapat dipenuhi pemilih. Bukannya membahas permasalahan yang tak ada hentinya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon sebelumnya membuat puisi berjudul ‘Doa yang Ditukar’. Dalam puisinya, Fadli menyinggung doa yang ‘direvisi’. (rud/dc)