KARAWANG, RAKA – Kabar baik bagi para kepala desa dan perangkatnya. Pemerintah resmi mengerek gaji kepala desa menjadi minimal 120 persen dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan IIA atau setara dengan Rp2.426.640 per bulan.
Kenaikan tertuang dalam Pasal 81 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang diteken presiden 28 Februari lalu.
Selain menggerek gaji kepala desa, juga menambah gaji sekretaris desa menjadi paling sedikit Rp2.224.420 per bulan atau setara 110 persen gaji pokok PNS golongan ruang IIA.
Sementara, besaran penghasilan tetap perangkat desa lainnya ditetapkan paling sedikit Rp2.022.200 atau setara dengan 100 persen dari gaji pokok PNS golongan ruang IIA. Sebagai pembanding, dalam PP43/2014, gaji kepala desa dan perangkat desa lainnya berdasarkan besaran Alokasi Dana Desa (ADD).
Dalam hal ini, untuk desa yang ADD-nya kurang dari Rp500 juta digunakan maksimal 60 persen untuk penghasilan tetap kepala desa, dan perangkat desa lainnya. Untuk ADD yang berjumlah Rp500 juta hingga Rp700 juta, porsi yang dapat digunakan untuk penghasilan tetap perangkat desa adalah 50 persen.
Selanjutnya, untuk ADD yang jumlahnya lebih dari Rp900 juta, porsinya hanya 30 persen yang bisa digunakan untuk penghasilan tetap aparat desa.
Besaran penghasilan tetap sekretaris desa minimal 70 persen dari gaji kepala desa per bulan. Sementara, gaji perangkat desa selain sekretaris desa minimal 50 persen dari penghasilan tetap kepala desa.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Karawang Ade Sudiana mengatakan, pasal 81 menetapkan besaran penghasilan tetap (siltap) kepala desa, sekdes dan perangkat desa lainnya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDes). “Angka minimal yang ditetapkan untuk kades Rp2,4 juta, sekdes Rp2,2 juta dan perangkat desa Rp2,02 juta,” ungkap Ade kepada Radar Karawang, Jumat (8/3).
Dalam APBDes, kata Ade, 70 persennya harus dibelanjakan untuk penyelenggaraan fisik, pembinaan dan pemberdayaan. Sisanya untuk siltap kades dan perangkat desa. “Diberlakukan mulai aturan ini diundangkan, atau paling lambat 2020 mendatang,” katanya.
Menurut Ade siltap kades dan perangkatnya di Karawang sudah melebihi batas minimal yang diamanahkan dalam peraturan tersebut. Karena selain dari Alokasi Dana Desa (ADD), mereka juga mendapat penghasilan dari Dana Bagi Hasil (DBH). “Kalau ADD sama DBH digabungin dan masuk APBDes, batasan honor itu sudah melampaui nominal,” katanya.
Sekretaris Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Karawang Alek Sukardi mengaku keberatan jika siltap kades disamakan sesuai dengan peraturan tersebut. Karena honor yang diterima kades sudah melampaui batas minimal. “Kalau untuk sekdes, kaur dan kadus kami sangat mendukung penyesuaian. Tapi yang sudah besar harus dipertahankan, jangan dikembalikan pada penyesuaian yang dibenderol pusat,” tuturnya.
Kepala Desa Rawagempol Wetan Udin Abdul Gani mengakui siltap untuk kades dan perangkat mengalami kenaikan. “Dana dari ADD dengan DBH saja, kades sudah diganjar siltap lebih dari Rp4 juta, itu masih belum dengan tunjangan kinerja dari bantuan gubernur (bangub),” ujarnya. (rud/psn/cn)