KARAWANG, RAKA – Campur tangan uang selalu menghiasi sekaligus mencoreng esensi dari pesta demokrasi. Politik uang yang biasanya dilakukan para calon anggota legislastif (caleg), menjelang pemungutan suara atau lazimnya dikenal dengan istilah serangan fajar, tak lantas membuat sebagian masyarakat tergiur. Terutama pemilih pemula yang dikenal dengan kaum milenial.
Dari seratus pemilih pemula berusia 17 hingga 18 tahun di Kabupaten Karawang yang diwawancarai Radar Karawang, rata-rata tidak mau memilih caleg yang melakukan serangan fajar. Meski sebagian dari mereka mengatakan akan menerima uang itu, lainnya tegas menolak.
Febriyanti Eryana (17) siswi kelas XII SMK Tri Mitra misalnya, dia mengaku tidak mau memilih orang yang menyuap pemilih. Menurutnya jika orang tersebut terpilih menjadi anggota dewan, tidak akan peduli terhadap pemilihnya. “Kalau ngasih uangnya ya diambil. Tapi saya gak pilih orang itu. Karena kedepan juga gak bakal peduli sama kita,” ungkapnya.
Agung Nugraha (18) siswa SMAN 1 Jatisari mengatakan, caleg ideal itu dikenal oleh masyarakat. Berani memperjuangkan rakyat, dan memiliki visi serta misi yang jelas. Tapi kalau selalu memberi uang kepada pemilih dengan harapan akan dipilih, berarti sudah berbuat curang. “Saya kalau dikasih uang akan diambil, tapi jangan dipilih orangnya,” tuturnya.
Teman satu kelas Agung, Arif Saefulloh mengatakan, caleg ideal yang tidak pernah lupa sama rakyat saat terpilih jadi dewan. Namun, melihat performa orang yang nyaleg di daerah pemilihan V, kata Arif, tidak ada yang ideal karena tidak dikenalnya. “Kalau ada yang ngasih uang, pasti diambil. Tapi kalau niatnya ngogok, gak bakal dipilih,” ujarnya.
Siswa SMAN 1 Tegalwaru, Silpia Yupitasari (17) mengaku tidak mau menggadaikan suaranya dengan uang yang diberikan caleg. Menurutnya caleg yang melakukan serangan fajar tidak pro rakyat. “Saya tidak mungkin memilih caleg yang bagi-bagi uang,” ujarnya.
Nentin Suartin (17), siswi kelas XII IPA SMAN 1 Tegalwaru mengatakan, jumlah caleg yang terlalu banyak membuatnya tidak mengetahui visi dan misinya. Kaum milenial kata Nentin jarang didatangi oleh para caleg, sehingga tidak mengenal program yang mereka tawarkan. “Banyak bannernya juga kami tidak kenal. Apalagi kalau ditawari uang oleh caleg, ogah milihnya juga,” katanya.
Ria Oktavia (18), siswi kelas XII SMK Jayabeka 2 mengatakan, caleg pro milenial bukan yang suka memberikan sejumlah uang agar dipilih, tapi memiliki rencana membantu siswa yang kesulitan uang sekolah. “Politik uang bisa menjadi malapetaka bagi caleg,” tuturnya.
Sedangkan Nindi Aulia, siswa SMK Sehati Karawang mengatakan, seorang caleg harus memiliki moral yang bagus, tidak berniat membohongi rakyat, apalagi mengingkari janji. Apalagi berani melakukan serangan fajar, berarti sudah berniat tidak baik. “Gak bakalan aku terima kalau ada orang ngasih uang supaya nyoblos salah satu caleg. Soalnya sama dengan penyuapan, tidak boleh,” ujarnya. (yfn/nce/apk/acu/cr3)