
radarkarawang.id – Kereta api bukan sekadar moda transportasi; ia adalah saksi perjalanan sejarah dan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Salah satu jalur paling bersejarah adalah lintas Batavia–Bandung via Cikampek dan Purwakarta, yang mengubah wajah transportasi Jawa Barat pada awal abad ke-20.
Awal Pembangunan dan Peresmian Jalur
Pembangunan jalur kereta api Batavia–Bandung melalui Cikampek dan Purwakarta dimulai setelah Undang-Undang 29 Desember 1900 (Staatsblad 1901 No. 8) disahkan. Jalur ini bertujuan mempercepat konektivitas antara Batavia (kini Jakarta) dan Bandung, mengurangi waktu perjalanan dibandingkan jalur lama via Bogor.
Rangkaian peresmiannya adalah sebagai berikut:
- 29 Desember 1900: Pembukaan awal lintas Batavia–Bandung.
- 27 Desember 1902: Segmen Karawang–Purwakarta sepanjang 41 km resmi beroperasi.
- 2 Mei 1906: Segmen Purwakarta–Padalarang sepanjang 56 km dibuka, menyempurnakan rute sepanjang 97 km.
Tantangan Teknis: Jembatan Raksasa dan Terowongan Sasaksaat
Jalur ini menghadapi medan berat, terutama di kawasan pegunungan Purwakarta–Bandung. Sungai-sungai besar dan jurang dalam mengharuskan pembangunan jembatan megah dengan bentangan hingga 200 meter dan ketinggian 75 meter. Jembatan Cisomang, yang berdiri di atas lembah dengan kedalaman 100 meter, menjadi salah satu ikon rekayasa teknik masa itu.
Selain itu, pada tahun 1904, pekerja harus menggali Terowongan Sasaksaat—salah satu terowongan penting untuk menaklukkan jalur pegunungan. Keberhasilan pembangunan ini menandai kemajuan teknik sipil kolonial di Indonesia.
Ekspansi Jaringan: Cikampek-Cirebon dan Jalur Cabang
Tidak berhenti di situ, pemerintah kolonial memperluas jaringan kereta api:
- 3 Juni 1912: Jalur Cikampek–Cirebon sepanjang 137 km dibuka oleh Gubernur Jenderal Alexander Willem Frederik Idenburg. Cikampek menjadi simpul penting penghubung Bandung dengan jalur utara Jawa Barat.
- 1909 dan 1919: Dibangun jalur cabang Cikampek–Cilamaya dan Karawang–Rengasdengklok, menghubungkan kota-kota kecil dan memudahkan distribusi hasil pertanian.
- 1928: Trem pengangkut padi dioperasikan dari Cikampek ke Cilamaya, memperkuat peran wilayah Karawang–Cikampek sebagai “lumbung padi” Jawa Barat.
Peran Strategis dalam Sejarah
Jalur kereta api ini tidak hanya penting untuk ekonomi tetapi juga menjadi bagian dari peristiwa bersejarah. Misalnya, pada 18 Oktober 1930, Gubernur Jenderal Jhr. Mr. Andries Cornelis Dirk van de Graeff beserta istri menggunakan jalur ini untuk meresmikan Rumah Sakit Umum Zending Bayu Asih Purwakarta.
Pada 1 November 1934, dilakukan penggantian lokomotif uap di Stasiun Purwakarta dan Padalarang. Stasiun Palered pun berperan penting sebagai titik pengisian air untuk kereta api yang melewati jalur pegunungan.
Jalur Datar dan Pegunungan: Kecepatan dan Efisiensi
Jalur Batavia–Bandung terbagi menjadi:
- Batavia–Purwakarta (102 km): Jalur datar.
- Purwakarta–Padalarang (56 km): Jalur pegunungan dengan kelandaian hingga 16%.
- Padalarang–Bandung (17 km): Jalur pegunungan dengan kelandaian 10%.
Pada masa jayanya, empat formasi kereta cepat yang dikenal sebagai De Vlugge Vier (Si Empat Cepat) beroperasi setiap hari. Kereta ini menempuh jarak Batavia–Bandung hanya dalam 2 jam 45 menit, setara dengan kelas Kereta Api Parahyangan atau Argo Gede modern. Ini adalah lompatan besar dibandingkan rute lama via Bogor yang memakan waktu lebih dari enam jam.
Warisan dan Relevansi Masa Kini
Hingga kini, jalur kereta api via Cikampek dan Purwakarta tetap menjadi salah satu rute utama di Jawa Barat. Keberadaan jembatan-jembatan bersejarah seperti Cisomang dan Terowongan Sasaksaat menjadi pengingat akan inovasi teknik masa lalu. Jalur ini bukan hanya simbol perkembangan transportasi, tetapi juga saksi sejarah yang memperkuat peran kereta api sebagai tulang punggung konektivitas Indonesia.
Kesimpulan
Sejarah pembangunan kereta api Batavia–Bandung via Cikampek–Purwakarta adalah kisah tentang keberanian, teknologi, dan visi masa depan. Jalur ini mempercepat perjalanan, menghubungkan kota-kota penting, dan menggerakkan perekonomian Jawa Barat. Hingga kini, kisahnya terus menginspirasi, menegaskan bahwa kereta api bukan hanya transportasi, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari sejarah dan identitas bangsa. (rk)