Karawang
Trending

‎Destinasi Unggulan Berbasis Konservasi di Tegalwaru

‎KARAWANG, RAKA– Kabupaten Karawang tak hanya dikenal sebagai kawasan industri dan lumbung padi nasional. Di balik hiruk-pikuk mesin pabrik dan hamparan sawah, tersimpan potensi wisata alam yang luar biasa.

‎Kini Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) tengah serius menggarap Wana Wisata Puncak Sempur di Kecamatan Tegalwaru sebagai destinasi unggulan berbasis konservasi.

‎Kawasan yang dikenal sebagai jalur migrasi burung pemangsa (raptor migran) ini diproyeksikan menjadi ikon wisata baru sekaligus motor penggerak ekonomi masyarakat sekitar. Sebagai langkah awal, Disparbud bersama Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) dan Perum Perhutani KPH Purwakarta akan menggelar Festival Raptor Migran 2025.

‎Kepala Bidang Destinasi Pariwisata Disparbud Karawang, Lusi Asela, menegaskan bahwa potensi alam Sanggabuana sangat unik dan belum banyak dikenal publik.

‎“Selain pengamatan burung, masyarakat sekitar kami latih menjadi pemandu wisata minat khusus, mulai dari birdwatching, primata, hingga karnivora besar seperti macan tutul jawa. Potensinya luar biasa dan bisa jadi kebanggaan Karawang,” ujar Lusi saat meninjau lokasi di Puncak Sempur, Kamis (9/10).

‎Ia mengaku takjub saat pertama kali melihat langsung kekayaan hayati kawasan tersebut.

‎“Amazing! Baru pertama kali saya saksikan sendiri. Ternyata Karawang punya potensi alam yang unik. Ini bisa jadi brand wisata baru yang bukan hanya membanggakan, tapi juga mendongkrak perekonomian daerah,” katanya.

‎Menurut anggota SCF, Annisa Sutarno, dalam tiga tahun terakhir Puncak Sempur sudah menjadi lokasi favorit pengamatan raptor migran selain Puncak Bogor. Keistimewaannya, wisatawan tak harus mendaki untuk menikmati fenomena langka tersebut.

‎“Pengamatan bisa dilakukan dari berbagai titik, bahkan sambil ngopi di kafe-kafe lokal seperti Saung Koffie Hideung dan Cafe 99 Puncak Sempur. Waktu terbaiknya Oktober hingga November,” ungkap Annisa, satu-satunya anggota perempuan Sanggabuana Wildlife Ranger.

‎Annisa menyebut sedikitnya ada tiga jenis raptor migran utama yang melintas: Elang Alap China (Accipiter soloensis), Alap-Alap Nippon (Accipiter gularis), dan Sikep Madu Asia (Pernis ptilorhynchus). Tak hanya itu, kawasan ini juga menjadi habitat elang lokal seperti Elang Ular Bido, Elang Hitam, Elang Brontok, hingga Elang Jawa.

‎“Bahkan kami menemukan Takur Tulung Tumpuk dan Burung Paruh Kodok yang sedang bersarang. Ini bukti bahwa ekosistem Sanggabuana masih sangat terjaga,” tambahnya.

‎Selain burung pemangsa, Puncak Sempur juga menyimpan pesona lain berupa keberadaan primata endemik. Siti Balqis Kadijah, mahasiswi magang IPB yang bertugas melakukan monitoring, mencatat ada lima jenis primata di blok hutan Dindingari.

‎“Di antaranya Owa Jawa dan Kukang Jawa yang berstatus endemik, lalu Lutung Sunda, Surili, serta Monyet Ekor Panjang. Semua masih bisa ditemukan di sini,” jelasnya.

‎Lebih menantang lagi, wisata minat khusus pengamatan karnivora besar juga dikembangkan secara terbatas.
‎“Sudah ada wisatawan dari New Zealand yang mencoba, bahkan akan kembali lagi November nanti. Juga beberapa peneliti, public figure, dan influencer. Ini jadi wisata pengamatan karnivora besar pertama di Indonesia,” kata Siti.

‎Festival Raptor Migran yang digelar setiap tahun oleh SCF bersama Perhutani bukan hanya ajang edukasi konservasi, tetapi juga sarana promosi wisata berbasis alam. Diharapkan, Puncak Sempur bisa menyaingi destinasi serupa di Jawa Barat dan menjadi pilihan utama wisatawan dalam maupun luar negeri.

‎“Karawang harus berani tampil bukan hanya sebagai kota industri, tapi juga destinasi wisata alam. Dengan ekosistem Sanggabuana yang masih terjaga, Puncak Sempur bisa menjadi contoh bagaimana konservasi dan ekonomi berjalan beriringan,” pungkas Lusi. (uty)

Related Articles

Back to top button