
KARAWANG, RAKA – Lingkungan wartawan, yang kerap dijuluki “ratu dunia” karena kesibukan meliput isu-isu global, pada Jumat (24/10) disuguhkan dengan gagasan unik: pelatihan pemulasaran jenazah.
Kegiatan ini menjadi sebuah tonggak baru yang menguji kecintaan terhadap agama dan kedalaman spiritual di tengah padatnya tugas jurnalistik.
Pembawa acara menggarisbawahi keunikan gagasan pelatihan tersebut, sekaligus memantik semangat para peserta. “Kami tidak lelah dalam rasa kecintaan kami kepada agama menjadi tonggak semakin semangatnya kami di dalam mengemban tugas,” ujar pembawa acara yang kemudian menyerahkan sesi kepada narasumber utama, KH. Ahmad Gozali.
Dalam ceramahnya, KH. Ahmad Gozali langsung menyinggung isu kematian sebagai kepastian mutlak yang wajib diterima oleh setiap makhluk bernyawa. Beliau melihat betapa terkejutnya manusia saat mendengar kabar duka.
“Terkadang kita sangat terkejut ketika di masing-masing (masjid) terdengar kalimat ‘Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un’, pasti otak kita itu menangkapnya ada yang meninggal dunia. Nah, itulah yang disebut dengan kematian. Dan kematian itu adalah pasti,” tegas beliau di hadapan para peserta.
KH. Ahmad Gozali lantas mengaitkan isu ini dengan profesi para jurnalis, menyebut bahwa penyelenggaraan jenazah adalah bagian dari sekolah wartawan. Hal ini, menurutnya, adalah titik temu untuk menemukan hati diri yang sebenarnya di tengah hiruk pikuk profesi.
Mengutip sabda Rasulullah SAW, beliau menjelaskan bahwa orang yang cerdas dan pintar adalah orang yang memikirkan tentang kematian. Sebab, hanya orang yang merenungkan kematianlah yang akan merindukan surga dan mempersiapkan bekal terbaik.
Beliau berharap penuh agar pelatihan ini menjadi penanda kesiapan spiritual para wartawan. “Ya mudah-mudahan, hari ini adalah menjadi barometer para wartawan untuk ingin masuk ke surganya Allah SWT. Karena kematian itu pasti ada,” harap beliau.
Sebagai pengingat keras, KH. Ahmad Gozali menampilkan sebuah foto yang ia sebut sebagai pelajaran pahit tentang seseorang yang di masa hidupnya menolak konsep kematian. Orang tersebut diyakini mengatakan bahwa ia tidak akan mati karena kekayaan yang ia miliki.
Kisah tragis tersebut ia jadikan pengingat akan pentingnya pemahaman Surah Ali-Imran ayat 185 yang menyatakan, “Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan kesempatan balasan.”
Inti dari pelatihan ini adalah menumbuhkan keinginan agar setiap individu dijauhkan dari siksa neraka dan dimasukkan ke dalam surga Allah SWT melalui amal perbuatan, salah satunya adalah dengan mengurus jenazah.
Beliau memaparkan besarnya pahala bagi mereka yang terlibat dalam pengurusan jenazah. Pahala tersebut, jelasnya, akan dilipatgandakan 40 kali lipat ampunan dari Allah SWT bagi mereka yang memandikan, menyalatkan, dan menguburkan jenazah.
Menutup sesi materi, Ketua PWI Peduli, Iwan Sugriwa, berpesan agar para peserta fokus pada tahapan praktis. Ia mengatakan, “Nanti bisa-bisa perhatiannya, untuk praktek-prakteknya nanti akan dijelaskan oleh para pemateri ini dan hitungnya seperti apa nanti dijelaskan di kabin,” berharap ilmu yang didapat akan bermanfaat bagi para wartawan. Pelatihan ini menjadi pengingat yang menyegarkan bagi para pewarta untuk senantiasa mengutamakan kecerdasan hati di atas segala kesibukan duniawi. (uty)



