
PURWAKARTA, RAKA – Pemerintah pusat menentapkan Kabupaten Purwakarta atau Kota Tasbih sebagai daerah berstatus darurat sampah. Sebagaimana Keputusan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH RI Nomor 2567 Tahun 2025.
Penetapan itu akibat timbunan sampah di berbagai titik telah melebihi daya tampung dan pengelolaan yang ada. Selain menimbulkan pencemaran lingkungan, situasi ini juga berdampak terhadap kesehatan masyarakat.
Menghadapi kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Purwakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) mulai melakukan uji coba sistem pengelolaan sampah organik. Langkah ini menggandeng PT Elevam melalui program Agroforestri Gunung Hejo yang menggunakan teknologi biokonversi Black Soldier Fly (BSF), atau penguraian sampah organik dengan larva lalat tentara hitam.
Baca Juga: Angka Perceraian Pasangan Muda Tinggi
Kepala DLH Purwakarta, Erlan Diansyah, menjelaskan bahwa uji coba sebagai bagian dari upaya mencari solusi jangka panjang dalam pengelolaan sampah.
“Status darurat ini menjadi momentum untuk memperbaiki sistem. Kami ingin mengurangi ketergantungan pada pembuangan di TPA dengan mulai mengolah sampah organik sejak dari sumbernya,” ujar Erlan, Selasa (11/11).
Pada tahap awal, pemerintak akan menerapkan program ini di dua dapur Sentra Pengolahan Pangan Gizi (SPPG) yang termasuk dalam program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG). DLHK akakn membawa sampah organik di dua dapur tersebut secara terpisah ke Agroforestri Gunung Hejo untuk diproses dengan metode BSF.
DLH berharap sistem ini dapat menjadi dasar bagi pengelolaan sampah organik secara terpisah dari sampah umum. Jika efektif, program serupa akan berlanjut ke sektor hotel, restoran, rumah makan, dan masyarakat umum.
“Harapan kami, semua sektor dapat terlibat dalam pemilahan dan pengolahan sampah organik agar sistemnya bisa berjalan terintegrasi,” tambah Erlan.
Tonton Juga: PASAR SASAGARAN PURWAKARTA
Sementara itu, kondisi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Cikolotok, Kecamatan Pasawahan, masih memprihatinkan. Sejak awal November, antrean truk pengangkut sampah kerap terjadi akibat terbatasnya alat berat yang beroperasi. Dari empat unit yang tersedia, hanya satu yang masih berfungsi, sementara tiga lainnya mengalami kerusakan berat.
“Biasanya kami bisa buang dua kali sehari, sekarang hanya sekali. Kadang malah tidak bisa sama sekali karena TPA penuh,” kata Solihin, salah seorang sopir truk sampah.
DLH mencatat volume sampah yang masuk ke TPA Cikolotok mencapai sekitar 250 ton per hari. Dengan kondisi alat berat yang terbatas, area pembuangan semakin padat dan tumpukan sampah terus bertambah.
“Kami sudah mengajukan pengadaan alat berat baru dan sedang memperbaiki unit yang rusak. Jika tidak segera tertangani, risikonya bisa semakin besar,” ujar Erlan.
Warga sekitar TPA mulai mengeluhkan bau menyengat dan khawatir terhadap potensi pencemaran air dan udara. Di tengah situasi tersebut, uji coba pengolahan sampah organik di Gunung Hejo menjadi salah satu langkah untuk mengurangi beban pembuangan di TPA Cikolotok. (yat)



