Uncategorized

Lika-liku Penghuni Pasar Rengasdengklok

RENGASDENGKLOK, RAKA – Ancaman bank emok sangat nyata. Mereka masuk ke kampung-kampung, menggoda para ibu rumah tangga dengan pinjaman mudah namun bunga besar. Perlahan tapi pasti, banyak masyarakat akhirnya terjebak oleh jurang pinjangan yang tidak bertepi.

Anih (43) warga Rengasdengklok mengaku sudah dua tahun terakhir menjadi peminjam ke bank emok. Sudah lama itupula pinjamannya tidak pernah lunas. “Kalau telat bayar bunganya bertambah. Pusing, tapi ya gimana lagi. Saya butuh uang cepat,” tuturnya kepada Radar Karawang.
Dede (33) karyawan pabrik tekstil juga mengaku hal serupa. Bahkan kartu ATM nya juga disita oleh bank emok. “Jadi kalau sudah waktunya gajian, saya mendatangi bank emok. Soalnya kartu ATM saya ada disimpan oleh dia,” ungkapnya.

Olis (55) warga Kampung Cibanteng, Desa Mulyajaya, Kecamatan Kutawaluya, pedagang rujak mengaku meminjam uang Rp2,5 juta dari bank emok untuk membayar biaya pendidikan. Sedangkan hasil dari dagang tidak cukup. Bahkan dia juga tidak dapat Program Keluarga Harapan (PKH). “Kan gak dapet bantuan dari sekolah,” katanya.

Ternyata banyaknya masyarakat yang terjebak bank emok, berpengaruh terhadap pendapatan pedagang di Pasar Rengasdengklok. Sri Hilmiyah (43) pedagang sembako mengeluh sejak ada bank emok, penghasilannya menurun sampai 50 persen. Jika biasanya memperoleh Rp20 juta per bulan. Mamun saat bank emok merajalela, untuk dapat Rp10 juta saja harus banting tulang. “Suka duka tahun ini sangat menyedihkan,” jelas Sri Kepada Radar Karawang, Minggu (31/3).

Ia melanjutkan, ketika bank emok belum banyak, penghasilan pedagang masih stabil. Saat ini, bank emok banyak yang datang ke masyarakat sehingga konsumen mengurangi belanjaannya. Karena di samping uang untuk belanja, masyarakat juga punya tanggungan untuk membayar bank emok. “Efeknya ke pasar sangat drastis menurun,” katanya.

Sri mengaku yang belanja ke tokonya adalah masyarakat menengah ke bawah, oleh karenanya dia berharap ke Pemerintah Kabupaten Karawang agar mengantisipasi menularnya bank emok. “Banyak bank yang mudah untuk meminjam uang tanpa harus mengambil di bank emok. Berantas pinjaman yang liar begitu,” pungkasnya.

Arum (35) pedagang buah-buahan mengaku, tahun ini banyak dukanya karena omzet turun drastis sejak bank emok merajalela. “Sehari di bawah 10 juta. Biasanya kalau lagi ramai dua puluh juta. Dari sepuluh juta masuk kantong Rp 500 ribu. Si pembeli sekarang jarang ke pasar, karena harus bayar bank emok,” tuturnya. (cr4)

Related Articles

Back to top button