Uncategorized

Linmas Tinggal di Gubuk

CILAMAYA KULON, RAKA – Hidup melarat di daerah industri memang menyakitkan. Terlebih melihat mewahnya hidup para pejabat di Kabupaten Karawang. Namun, keadaan kurang mengenakan itu disyukuri oleh Sarim (29) warga Dusun Wagirsari RT8/3, Desa Pasirukem, Kecamatan Cilamaya Kulon. Rumah berukuran kurang lebih lima meter persegi miliknya, tanpa dapur. Jika pintu depan dibuka, nampak langsung kasur dan pakaian yang berserakan dari ceceran lemari.

Sarim mengatakan, rumah yang hanya berdinding GRC dan berlantai tanah tersebut, dia tinggali bersama kedua anaknya terhitung sejak tahun 2012. Tepatnya saat dia memutuskan pindah dari kediaman orangtua setelah menikah. “Saya ingin mandiri saja, biarpun keadaanya seperti ini, tapi mau gimana lagi. Hanya inilah kemampuan saya. Yang penting saya bisa hidup mandiri,” akunya kepada Radar Karawang.

Sebenarnya, kata Sarim, kediaman orangtua yang berada di samping rumahnya dinilai masih layak untuk dihuni. Namun dia memilih mendirikan rumah sekemampuannya karena tidak ingin urusan keluarganya tercampuri oleh pihak lain, meskipun orangtuanya sendiri. Pasalnya, bukan tidak boleh dicampuri, namun ketika sudah berkeluarga dan masih bersama orangtua, dia menegaskan susah untuk mandiri. “Kalau sudah berkeluarga kan beda lagi,” ucapnya.
D

i samping itu, Sarim hanya seorang buruh serabutan yang tidak tentu pendapatannya. Keuangan tergantung situasi lingkungan, jika musim panen dia ikut kuli, musim tandur ikut nandur, kadang kalau lagi sepi jadi nelayan pun dia lakoni. “Mau mah bangun rumah, tapi kan gak ada dana. Tapi Alhamdulillah, ke depan rumah saya akan dibangun oleh desa melalui program rutilahu,” katanya.

Namun kadang, ketika sudah waktunya tugas ya tugas. Karena, selain buruh serabutan, dia juga di tunjuk oleh kepala desa sebagai keamanan kampung atau linmas desa. Dengan beban biaya kedua anaknya, serta harus menanggung kebutuhan ekonomi ibunya, dia rasa menjadi buruh serabutan saja tidak cukup. “Meskipun jadi aparat desa terendah, gak apa-apa lah. Nambah-nambah kesibukan dan ada honornya juga. Lumayan,” ucapnya.

Sementara kedua anaknya yang masih berusia dua dan empat tahun diasuh oleh neneknya. Mengingat, istrinya sudah tidak berada di rumah sejak beberapa bulan terakhir karena mengadu nasib di Ibukota. Di Jakarta istrinya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. “Sudah hampir tiga bulan belum pulang. Biasanya satu bulan sekali. Tapi emang gak tentu sih,” ucapnya.

Meski tak sering, lanjut Sarim, saat istrinya berada di rumah, kadang suka mengeluh mengenai kondisi rumah yang seadanya tersebut. Namun dia meyakinkan kepada istrinya, jika seperti ini pun hasil jeripayah Sarim sebagai kepala keluarga. “Kalau ngeluh pasti ada, namanya juga keluarga. Tapi Alhamdulillah gak banyak menuntut,” katanya.

Ia berharap kedua anaknya nanti bisa merasakan duduk di dunia pendidikan layaknya anak-anak lain. Ia tidak ingin anaknya seperti dirinya yang polos tanpa satu ijazah pun meski ijazah SD. Karena saat itu, tidak ada waktu untuk Sarim bersekolah, karena waktunya selalu bentrok dengan jam kerja. “Saya pilih kerja untuk bantu orangtua. Kedepan saya ingin anak saya bisa semuanya sekolah,” pungkasnya. (rok)

Related Articles

Back to top button