Uncategorized

Pertanian Telukjambe Babak Belur

Biaya Tanam Membengkak, Hasil Tidak Seberapa

TELUKJAMBE BARAT, RAKA – Musim kemarau tahun ini sangat menampar petani di Kecamatan Telukjambe Barat dan Telukjambe Timur. Palawija yang biasanya menjadi alternatif para petani jika tidak menanam padi, keuntungannya pun tidak seberapa.

Di Kampung Tegalluhur, Desa Sukamakmur, Kecamatan Telukjambe Timur, selain panen palawajia yang kurang bagus, biaya tanam juga meningkat. Rohendi (37), seorang petani di kampung tersebut mengatakan, area lahan pertaniannya sangat gersang akibat tidak disentuh air hujan.

Menurutnya agar bunga kol terlihat segar, harus rajin melakukan penyemprotan air.
“Paling berat itu biaya tanam, karena lebih mahal dibanding tahun sebelumnya,” ungkapnya kepada Radar Karawang.

Ia melanjutkan, selain harus mengeluarkan biaya untuk bibit sayuran dan membayar upah petani, dirinya harus mengeluarkan uang tambahan untuk pasokan air agar sayurannya tetap bisa tersirami.”Modal Rp20 juta, setelah panen dapat untung Rp5 juta juga sudah sangat bersyukur,” katanya.

Ia membeberkan luas tanaman bunga kol mencapai dua hektare, dengan biaya awal Rp15 juta, dan sampai panen saat ini belum balik modal. Dampak lainnya akibat musim kemarau, kata Rohendi, ada penurunan kualitas sayuran yang ditanam. Contohnya, kembang kol yang biasanya dipanen ketika musim hujan bobotnya bisa mencapai dua kilogram, saat ini maksimal satu kilogram. Ersih (45) buruh tani menuturkan, selama ini pertanian sayuran menjadi ladang tempatnya mencari rezeki. Jika lahan dikosongkan karena musim kemarau, artinya tak akan mendapat bayaran. ”Kan dibayarnya per hari. Jadi daripada diam menunggu, lebih baik kita kerja apa saja yang penting bisa menghasilkan uang untuk menutupi kebutuhan,” katanya.

Fendy Rustendi, tenaga pendamping desa Kecamatan Telukjambe Barat mengatakan, warga yang berprofesi sebagai petani di wilayahnya cukup banyak. Namun jika lahan taninya dikosongkan, biasanya warga memilih kerja serabutan. “Itu sudah biasa terjadi pada setiap tahunnya,” kata Fendy.

Sedangkan di Desa Wanasari, Kecamatan Telukjambe Barat, 200 hektare lahan pertanian mengalami hal serupa. Agar tidak terjadi gagal panen, warga menggunakan pompa air agar bisa menyelamatkan padi.

Petugas Lapangan Pertanian (PPL) UPTD Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Telukjambe Barat Pardian mengatakan, air yang digunakan petani mengairi sawahnya diambil dari Sungai Cibeet Pos B. CB3 Desa Wanajaya. Sedangkan debit air Sungai Cibeet pun mulai mengalami penyusutan.

Widing (40) seorang petani mengatakan, saat ini para petani sibuk menggunakan pompa air agar lahan sawah mereka tidak kering. Hal itu membuat membengkaknya biaya produksi karena petani harus mengocek anggaran untuk membeli bahan bakar mesin pompa air. “Pasrah. Harus bagaimana lagi. Kalau enggak begitu, malah lebih rugi lagi. Kita enggak bisa panen,” terangnya.

Hal sama dikatakan Yusuf (37) petani lainnya. Menurutnya jika sudah memasuki musim kemarau harus memperbanyak istighfar, karena dengan seperti itu rasa letih dan sesal bisa sedikit terobati. “Pokoknya ya kita serahkan pada yang Kuasa. Kalau emang rezeki kita masih bisa panen, kalau enggak ya sabar saja,” tutupnya. (yfn)

Related Articles

Back to top button