KARAWANG, RAKA – Beban masyarakat untuk membiayai kesehatan bakal semakin berat. Pemerintah berencana akan menaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), kenaikan iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) harus naik dari Rp 23 ribu per jiwa menjadi Rp 42 ribu. Sedangkan untuk kategori Peserta Penerima Upah (PPU) Badan Usaha dinaikkan menjadi sebesar 5 persen dengan batas upah sebesar Rp 12 juta, dari yang sebelumnya Rp 8 juta. Selanjutnya untuk iuran Peserta Penerima Upah (PPU) Pemerintah, akan berlaku tarif iuran sebesar 5 persen dari Take Home Pay dari yang sebelumnya 5 persen dari gaji pokok + tunjangan keluarga.
Namun, untuk iuran Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau masyarakat biasa untuk kelas I dan II harus mengalami kenaikan sampai dengan 100 persen di setiap kelasnya. Yakni, kelas II menjadi Rp 110 ribu per jiwa perbulan dan kelas I menjadi Rp160 ribu per jiwa per bulan. Namun, untuk kelas III, usulannya sama dengan usulan DJSN yakni sebesar Rp 42 ribu per jiwa perbulan.
Kepala BPJS Kabupaten Karawang Debbie Nianta membenarkan iuran BPJS naik. Namun, hal tersebut baru wacana. “Info emang benar akan dinaikkan. Sudah dibahas oleh pemerintah pusat, seperti Kementerian Keuangan, DPR RI dan pihak yang berkaitan,” katanya, saat dihubungi Radar Karawang, Rabu (28/8).
Saat ini, lanjutnya, iuran BPJS masih menggunakan tarif lama. Untuk masyarakat umum kelas 1 Rp80 ribu, kelas II Rp51 ribu dan kelas III Rp25.500 serta untuk kelas III PBI Rp23 ribu. “”Iuran kenaikan BPJS kesehatan baru dalam proses bembahasan, belum dinaikkan. Berapa kenaikannya saya belum tahu,” paparnya.
Ihat Solihat (32), warga Desa Wancimekar, Kecamatan Kotabaru, mengaku keberatan jika iuran BPJS Kesehatan dinaikan. Karena memberatkan masyarakat, apalagi masyarakat ekonomi rendah. “Soalnya tidak semua masyarakat yang tidak mampu memiliki BPJS PBI,” tuturnya.
Saat ini pun, lanjutnya, iurannya dinilai mahal. Per bulanya membayar Rp25.500 sampai Rp80 ribu, tergantung dari kelas pembayaran. “Gak sepakat kalau dinaikkan,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo mengatakan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan sudah ditentukan. Penetapan besaran iuran baru tinggal menunggu penerbitan peraturan presiden (perpres) yang nantinya akan ditandatangani oleh Jokowi.
Menurut Mardiasmo, besaran iuran BPJS Kesehatan sama seperti yang diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada rapat gabungan antara Komisi IX dengan Komisi XI. “Ini sudah kita naikkan, segera akan keluar Perpresnya. Hitungannya seperti yang disampaikan Ibu Menteri pada saat di DPR itu,” ucapnya, kemarin.
Iuran BPJS Kesehatan yang diusulkan Menteri Keuangan adalah untuk peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan non PBI kelas 3 sebesar Rp42 ribu per bulan per jiwa. Sedangkan kelas 2 sebesar Rp110 ribu per bulan per jiwa, dan kelas 1 sebesar Rp160 ribu per bulan per jiwa.
Mardiasmo berharap, kebijakan kenaikan iuran bisa menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan yang berpotensi sampai Rp32,84 triliun hingga akhir 2019. “Iya insya Allah tidak ada lagi, dengan optimalisasi semuanya. Jadi sudah dihitung, kalau sudah semuanya, tidak akan defisit lagi,” pungkasnya. (acu/jpg/tik)