
KARAWANG,RAKA- Dugaan pungutan liar kembali lagi mengemuka. Setelah beberapa waktu lalu SDN Adiarsa Timur II, kini giliran SMPN 1 Cikampek, bahkan beberapa waktu lalu Saber Pungli Jawa Barat datangi sekolah ini.
Dugaan pungutan liar ini seolah menjadi persoalan yang terus mengemuka. Padahal, sudah ada aturan yang mengatur mengenai hal ini. Pungutan pada siswa, awalnya dilarang sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 60 tahun 2011. Kemudian, muncul lagi PP 44 tahun 2012 yang mencabut larangan pungutan pada siswa. Aturan ini, diperkuat dengan adanya PP 75 tahun 2016. “Jadi sebetulnya, pungutan pada siswa itu tidak dilarang, ada dasarnya. Asalnya, sebelumnya dimusyawarahkan dengan komite sekolah dan orang tua siswa,” kata Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Karawang, Nandang Mulyana, pada Radar Karawang, akhir pekan kemarin.
Menurut Nandang, pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga orang tua dan masyarakat. Menurutnya, pemerintah tidak akan sanggup jika menanggung semua beban pendidikan. “Khususnya di sekolah negeri ya. Jadi, perlu peranan orang tua dan masyarakat. Harus ada kesepahaman antara sekolah, orang tua dan masyarakat. Jangan persoalan seperti ini terus mengemuka,” paparnya.
Selain itu, yang menjadi dilema, tambahnya, di satu sisi sekolah dituntut untuk melakukan inovasi pendidikan, di sisi lain ketika ada persoalan langsung berhadapan dengan penegak hukum. Dia khawatir, akan terjadi ketakutan di kalangan tenaga pendidik untuk memajukan sekolah. “Saya yakin, apa yang diprogramkan SMPN 1 Cikampek untuk kemajuan sekolah dan sudah dimusyawarahkan,” paparnya.
Dia meminta, kepada kepala sekolah jangan takut untuk berinovasi di sekolah asalkan sesuai prosedur. “Kami juga akan melakukan pendampingan, kepada kepala SMPN 1 Cikampek untuk menuntaskan persoalan ini,” paparnya.
Sebelumnya, orang tua siswa yang tidak mau menyebutkan namanya menerangkan, ada sejumlah pungutan yang dibebakan pada siswa, seperti sarana olahraga Rp300 ribu, uang sampah Rp24 ribu, uang laptop Rp206 ribu dan uang paguyuban Rp50 ribu. “Kan tidak semua orang punya. Kami terbebani,” singkatnya. (asy)