Uncategorized

Laut, Hidup Matinya Nelayan

TIDAK LAGI MENANGKAP IKAN: Sejak laut Karawang dicemari minyak Pertamina, sejumlah nelayan tidak lagi menangkap ikan. Mereka beralih profesi jadi kuli pembersih minyak.

PEDES, RAKA – Bagi nelayan, laut bukan sekadar tempat mencari ikan. Lebih dari itu. Bagi mereka, laut adalah hidup matinya nelayan. Karena secara turun temurun, mereka hidup dari laut.

Tengok saja masyarakat Sungaibuntu, Kecamatan Pedes. Mayoritas berprofesi sebagai nelayan. Maklum, sejak kecil mereka sudah dibawa orang tuanya melaut karena jarang dari mereka bersekolah hingga bangku kuliah.

Risban (53) seorang nelayan mengatakan, kesehariannya mencari ikan untuk menafkahi istri dan kelima anaknya. Meski penuh bahaya semisal badai, itu tidak jadi soal. Dia mengaku sejak umur 12 tahun sudah mulai diajak mencari ikan oleh orang tuanya. “Saya dari kecil sudah dibawa nyari ikan, soalnya dulu orang sini jarang yang sekolah. Makanya kegiatannya nyari ikan,” jelasnya kepada Radar Karawang.

Ia melanjutkan, kebiasaan warga Sungaibuntu, jika mencari ikan maupun udang tidak sampai satu hari atau berhari-hari. Melainkan berangkat subuh pulang pukul dua siang. Ada juga yang berangkat malam pulang pagi. “Kita bawa peralatan masak, soalnya kalau bawa langsung jadi di rumah kurang nikmat, soalnya keburu dingin. Dan kalau makan pasti pakai ikan, kalau tanpa ikan itu kurang enak,” katanya.

Risban mengatakan, hal yang pernah dialaminya selain berjuang menghindari badai, juga sering mesin perahunya mati. Jika sudah begitu, tinggal pasang layar. “Kalau ada nelayan lain pasti dibantu, tapi kalau tidak ada, kita pasang layar dan kalau menggunakan layar sampai daratnya kurang lebih sekitar lima jam,” katanya.

Ade (29) nelayan lainnya mengatakan, pertama kali ikut mencari ikan berusia 17 tahun. “Awal mencari ikan di laut, pusing sampai mabok,” katanya.

Ade mengaku hasil tangkapan sehari biasanya dapat 50 kilogram, berbeda dengan tahun lalu. “Sekarang mah susah nyari ikan, tidak kayak dulu masih banyak,” pungkasnya.

Namun, kebiasaan masyarakat berubah sejak tanggal 12 Juli 2019. Gara-garanya minyak Pertamina bocor. Dan dampaknya mulai terasa terhadap penghasilan nelayan di Sungaibuntu. Sutardi (34) warga Kampung Sungaibuntu 2, Desa Sungaibuntu, mengatakan, minyak tersebut sangat mengganggu akitvitas para nelayan saat mencari ikan di laut utara Karawang. Menurutnya tiga kilometer dari bibir pantai, minyak masih banyak dan berdampak terhadap jumlah ikan. “Di tengah masih banyak limbah (minyak), jadi susah mau nangkap ikan juga,” jelasnya.

Ia melanjutkan, biasanya mendapat ikan satu kwintal sampai tiga kwintal per hari. Kini hanya 50 kilogram. “Kami tetap melaut meski pendapatan berkurang. Karena kita tidak punya penghasilan lain,” katanya yang mengaku sudah menjadi nelayan 22 tahun.

Rukun Nelayan Warsad mengatakan, minyak yang mencemari Pantai Sungaibuntu sangat mempengaruhi hasil tangkapan ikan. Apalagi bagi pencari ikan yang tidak memakai perahu, bisa sampai 100 persen tidak berpenghasilan. “Kalau yang pakai perahu masih bisa mencari ikan walaupun menurun drastis pendapatannya. Tapi kalau yang langsung turun, mereka tidak lagi cari ikan,” katanya.

Tarli, Kelompok Pengawas Masyarakat (Pokmaswas) Desa Sungaibuntu mengatakan, setiap hari minyak di laut bisa diangkut sebanyak 400 karung. “Setiap hari ada empat armada (perahu) yang beroprasi untuk mengangkat limbah di air, dan satu perahu bisa mengangkat maksimal 100 karung,” ujarnya. (mra)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button