Uncategorized

Kisah Janda Beranak Empat

PURWASARI, RAKA – Sudah belasan tahun Sajem (48) hidup penuh dengan kekhawatiran, tinggal dalam rumah yang sangat sederhana bahkan sangat memprihatinkan. Sudah belasan tahun juga Sajem ingin rumahnya diperbaiki, namun sampai saat ini impiannya belum bisa tercapai.

“Hoyong mah hoyong, tapi can kacumponan wae, sugan weh aya nu pang ngabantosan (pengen sih pengen, tetapi belum kesampaian juga, mudah-mudahan ada yang ingin membantu),” tuturnya.

Sabtu (29/9) sore itu Sajem baru saja selesai memanen ladang sosin, topi caping dan bajunya yang sederhana melekat di tubuh bersama penuh keringat yang merayapi kulit keriputnya. Sajem nampak ramah, tidak sungkan bercerita kepada Radar karawang mengenai kisah hidupnya. Sajem tidak memperlihatkan kesusahan hidupnya, ia terlihat begitu tabah, sesekali tersenyum, sejuk, seperti sepoi angin yang berhempus di tepian ladang saat itu.

Sajem merupakan warga RT 03 RW 01, Dusun Tegal Amba, Desa Tegalsari, Kecamatan Purwasari. Rumah Sajem berlantaikan tanah, berdindingkan bilik anyaman bambu yang sudah lapuk, beratapkan genting yang napak akan ambruk. Tidak ada kamar mandi di rumah Sajem, hanya ada sumur terbuka di belakang rumahnya, itu pun baunya tidak sedap karena berdampingan dengan kandang kambing. Bersama dua anak gadisnya ia bertahan hidup di rumah itu, peninggalan suaminya yang telah meninggal dunia belasan tahun silam. Ya, Sajem merupakan seorang janda yang berjuang sendirian untuk dapat menafkahi keluarganya. “Sudah lama kondisi rumah seperti ini, sejak masih menyusui,” cerita Sajem.

Sebenarnya, Sajem memiliki 4 orang anak. Dua anaknya telah berkeluarga dan tinggal terpisah, namun ekonomi mereka tak jauh berbeda sehingga belum bisa membantu banyak ekonominya. Adapun 2 anak gadis yang sekarang tinggal bersamanya masih duduk di bangku sekolah menengah. “Yang satu kelas 2 SMP, yang satu lagi kelas 1 SMA,” tutur Sajem.

Sehari-hari Sajem bekerja sebagai buruh tani serabutan, bila musim tanam ikut menanam, bila musim panen ikut memanen. Pendapatannya tidak menentu, tergantung ada atau tidaknya yang mempekerjakan dirinya, bahkan tak jarang dalam sehari Sajem tak memiliki pendapatan sama sekali. Jangankan untuk merenovasi rumah, memberi bekal kedua anaknya saat bersekolah saja ia kerepotan. “Kalau tidak ada uang, buat kasih bekal pinjam dulu sama tetangga. semoga saja cepat lulus, cepat bekerja dan dapat membantu ekonomi keluarga,” harapnya.

Sajem tinggal bersebelahan dengan rumah kedua orangtuanya, Emak Ebek (70) dan Abah Onyoi (75). Sama halnya dengan Sajem, Emak Ebek pun kesehariannya bekerja sebagai buruh tani serabutan, sedangkan Abah Onyoi kerap menggembalakan kambing milik orang lain. Kondisi rumah Sajem dan rumah orangtuanya tak ada beda, sama-sama memprihatinkan. “Kalau hujan ya kebocoran, kalau musim banjir kebanjiran. Kalau ada nagin kencang juga takut, karpet genteng berterbangan, beberapa kali mengganti,” cerita Sajem.

Tetangga Sajem, Salamah (48) mengatakan, Pemda Karawang belum ada yang meninjau langsung kondisi rumah Sajem. Meski demikian Sajem telah mendapatkan bantuan pemerintah untuk pembiayaan sekolah anaknya dan mendapat jatah beras sejahtera (rastra) yang sekarang berubah nama menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) setiap bulannya. “Tinjaun ke rumah baru ada dari mahasiswa KKN beberapa bulan yang lalu,” jelasnya.

Pernyataan tersebut diiyakan oleh ketua RT setempat, Panta (50), sangat prihatin dengan kondisi warganya itu. “Apalagi dua anaknya gadis semua, sudah lama ayahnya meninggal, masih sekolah juga, kasihan,” tuturnya. (mg)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button