Cuaca Ekstim Hambat Produktivitas Nelayan
TRANSAKSI : Pembeli sedang bertransaksi dengan pengepul ikan di pelangan Ciparage, Tempuran.
TEMPURAN, RAKA – Hasil tangkapan ikan nelayan di Muara Ciparege, Kecamatan Tempuran mengalami penurunan selama 6 bulan terakhir. Akibatnya harga ikan dan tangkapan laut cenderung mahal.
Hal tersebut dikeluhkan oleh Tari, salah seorang pengepul ikan di pelelangan ikan Ciparege yang mengaku pelanggannya berkurang karena tingginya harga tersebut. “Harga dari pelelangannya juga sudah mahal, karena tangkepan nelayan sedikit. Mungkin karena anginnya lagi kencang,” keluhnya.
Tingginya harga tangkapan laut tersebut dibenarkan oleh Kardono, bendahara Koperasi Produksi Perikanan Laut (KPPL) Samudra Mulya yang mengelola pelelangan Ciparage. Ia menjelaskan hal tingginya harga di pelelangan karena tingginya harga beli dari nelayan yang mengalami penurunan hasil tangkapan.
Penuturannya, transaksi rata-rata per hari di pelelangan Ciparage saat ini hanya berkisar Rp100juta yang idealnya pada kisaran Rp300 juta. Beberapa hasil laut yang mengalami kenaikan harga Kardono mencontohkan tongkol yang biasanya Rp20 ribu/kg kini mencapai Rp45 ribu/kg. “Hari ini saja misalnya, cumi 2,5 kg itu harga dari nelayannya Rp130 ribu, biasanya cuma Rp80 ribu,” terangnya.
Menurut Kardono, turunnya hasil tangkapan nelayan sudah berlangsung sejak bulan Mei lalu, penyebabnya adalah angin kencang dan cuaca panas belakangan ini. “Jadi seolah-olah ikan itu gak mau muncul ke permukaan karena panasnya cuaca,” ujarnya.
Selain itu, ia juga menganggap dangkalnya muara Ciparege sebagai salah satu sebab menurunnya produktifitas nelayan. Saat ini perahu-perahu besar milik nelayan tidak bisa melaut saat air surut.
Menurutnya, hal itu tidak akan terjadi jika pemerintah cepat menanggapi aspirasi masyarakat untuk diadakan pengerukan di muara Ciparage. Ia sendiri mengaku sudah menyampaikan hal tersebut kepada Dinas Perikanan awal bulan Oktober lau, namun sampai saat ini belum ada tanggapan.
Ia menambahkan, pada tahun 2020 nanti, pemda Karawang berencana menaikkan target retribusi yang mesti disetorkan oleh KPPL Samudra Mulya dari Rp300 juta menjadi Rp500 juta per tahun. Pihaknya menyanggupi asalkan pemerintah juga sanggup membenahi muara yang menurutnya dangkal dan mesti dilakukan pengerukan. “Bayarnya mau pakai apa kalau perahu-perahunya juga tidak bisa berangkat?,” tuturnya.
Selain pengerukkan muara, ia juga berharap Pemda Karawang segera mengangkat puing-puing jembatan tinggi yang rubuh 4 tahun lalu. Abainya Pemda Karawang akan hal itu menyebabkan kerap terjadi perahu yang tersangkut bahkan sampai mengalami kebocoran dan tentunya sangat merugikan nelayan. Belum ada penanganan dari Pemda bahkan setelah disampaikan masalah ini kepada anggota DPRD Karawang Budianto, yang sempat menjadi kepala KPPL Samudra Mulya. “Bapak kan dewan, tolonglah, jembatan yang rubuh itu kendala besar bagi nelayan. Akhirnya mana? sampai sekarang tidak ada (penanganan),” bebernya. (cr5)