Uncategorized

Jaipong Bukan Tarian Vulgar

SEMANGAT: Keluarga besar Sanggar Tari Puspa Wangi berfoto bersama selepas latihan di Kampung Budaya, Telukjambe Timur, kemarin.

TELUKJAMBE TIMUR, RAKA – Tari jaipong dulu lebih dikenal sebagai tari yang vulgar dan terkesan murahan. Namun citra buruk itu saat ini mulai terkikis, salah satunya dengan adanya Sanggar Tari Puspa Wangi. “kami ingin menghapus kesan itu, menunjukkan bahwa tari jaipong merupakan hasil dari kreativitas, dan bisa ditampilkan dalam event apapun baik yang sederhana maupun nasional, bahkan internasional,” ungkap Tatang Sukari, pendiri Sanggar Tari Puspa Wangi saat melatih anak didiknya di Kampung Budaya, Kecamatan Telukjambe Timur, Minggu (3/11).

Tatang mengatakan, gerakan tari jaipong saat ini tidak melulu monoton, melainkan dapat dikolaborasikan dengan banyak hal. Salah satunya narasi pewayangan, sehingga tari tersebut mempunyai alur cerita. Jaipong juga dapat dikolaborasikan dengan unsur gerakan silat, ketuk tilu, bahkan tari modern dan taekwondo. “Karena ini kan tari kreasi yang dikembangkan dari berbagai unsur, tidak ada batasan yang penting antara gerak dan musik sesuai dan harmonis,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, jaipong memiliki teknik dan pola sehingga dapat dipelajari oleh berbagai usia. Ia mencontohkan, anak didik di sanggarnya yang terdiri dari anak usia prasekolah sampai remaja yang tengah mengeyam pendidikan di perguruan tinggi. Selain itu, mereka juga bukan hanya keturunan suku Sunda, ada juga yang keturunan suku Jawa, Batak dan Minang. “Ini menandakan jaipong mulai menarik perhatian dan dapat diterima berbagai kalangan,” katanya.

Tatang yang merupakan guru di SMPN 2 Karawang Barat menceritakan ketertarikannya pada seni tari, bermula saat ia mengenyam kuliah di Akademi Seni Tari Indonesia (sekarang ISBI) Bandung. Semenjak itu, dia berpikir untuk mengembangkan potensi besar yang dimiliki Kabupaten Karawang, yakni tari jaipong. Karena itulah pada tahun 2006 dia mendirikan Sanggar Tari Puspa Wangi sebagai upaya melestarikan dan mengangkat tari jaipong. “Tari jaipong ini kalau dikemas sedemikan rupa akan menjadi tontonan yang indah, dan tetap tidak menghilangkan unsur tradisi, etika, juga dapat menjadi tuntunan,” terangnya.

Ia bersyukur saat ini tari jaipong dapat diterima masyarakat secara luas. Hal itu terbukti dengan maraknya pusat perbelanjaan modern yang kerap menampilkan kesenian tari jaipong. “Salin memberi keuntungan, mal bisa menarik banyak pengunjung. Sedangkan jaipong bisa terangkat karena mal itu identik dengan modern dan kaum milenial. Jaipongan teh teu norak-norak teung (jaipongan itu tidak norak),” pungkasnya. (cr5)

Related Articles

Back to top button