Jangan Stereotip

TELUKJAMBE TIMUR, RAKA – Banyak pengalaman dan pelajaran ketika menjadi mahasiswa pertukaran dengan universitas lain di lain daerah. Itulah yang diceritakan oleh Use Reel Syahputra Oktova, mahasiswa semester 6 Ilmu Komunikasi Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) yang baru saja pulang dari Lampung setelah mengikuti program pertukaran mahasiswa. “Nama programnya pertukaran mahasiswa tanah air, programnya Kemenristekdikti,” ucapnya membuka obrolan saat ditemui di kampusnya, Selasa (13/1).
Yusril sapaan akrabnya menuturkan, awal mula mengikuti program tersebut karena penasaran dengan mahasiswa Universitas Lampung (Unila) yang menjalani pertukaran mahasiswa di Unsika. Setelah mencari-cari informasi, dia akhirnya membulatkan tekad untuk mengikuti program tersebut. Juni 2019, akhirnya terpilih menjadi salah satu dari empat mahasiswa Unsika yang menjalani program pertukaran. Dia ditempatkan di Unila selama satu semester. “Takdir mungkin ya, aku ingat waktu SD pernah nonton acara TV ada anak pertukaran (pelajar), aku ngerasain aku pengen loh jadi anak pertukaran,” ceritanya.
Berinteraksi dengan orang baru tentunya memberi pelajaran baru, salah satunya didapat dari teman satu kamarnya yang juga mahasiswa pertukaran asal Aceh. Diakuinya, dirinya bukan pribadi yang terkadang berleha-leha, namun melihat temannya yang begitu disiplin, dia menjadi malu sendiri dan perlahan menerapkan pada dirinya termasuk dalam perkuliahan. “Malah aku sampai aku dicap anak emas, padahal aku tuh biasa saja, dan itu cuma salah satunya saja dari banyak hal yang aku pelajari,” terangnya.
Ia juga mengambil pelajaran untuk tidak menilai suatu golongan secara Stereotip. Dia sempat takut karena menganggap masyarakat Lampung memliki karakter yang keras dan galak, karena Lampung dikenal sebagai daerah begal. Stereotip itu tidak terbukti, bahkan dia mendapati orang Lampung yang menurutnya sangat baik. “Jangan terlalu banyak Stereotip, jangan menyalahkan suatu daerah karena pengalaman individu yang salah,” pesannya.
Pergaulan di lingkungan Unila juga dinilainya lebih luas karena banyaknya mahasiswa pertukaran bukan hanya dari berbagai daerah, melainkan dari berbagai negara. Karena itu, menurutnya sebagai mahasiswa jangan mudah merasa puas dan juga jangan merasa minder selama masih ada keinginan untuk terus belajar. Ia merasa pikirannya lebih terbuka dan harus mempunyai kemampuan lebih untuk menjadi pribadi yang lebih di masa depan nanti. “Kalau kemampuan kita segini saja dan kita tertinggal, kita hanya bisa menyalahkan pemerintah padahal bisa jadi kemampuan kita yang memang tidak eligible di hadapan dunia,” pikirnya.
Hal yang tak kalah penting menurutnya selama menjalani pertukaran mahasiswa, adalah selalu yakin kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Ia sendiri bukan berasal dari keluarga dengan ekonomi yang serba berkecukupan, namun dia tidak takut untuk menjalani kehidupan di sana dan membuktikan sukses menjadi mahasiswa pertukaran. “Perjuangin mimpi, yang penting kita mau,” pungkasnya. (cr5)