Dijanjikan Gaji Besar, Warga Cilamaya Diperbudak di Malaysia
CILAMAYA KULON, RAKA – Kabar buruk kembali datang dari warga Karawang yang menjadi tenaga kerja di luar negeri. Kali ini belasan warga Desa Sukamulya, Kecamatan Cilamaya Kulon, diduga menjadi korban perdagangan orang dengan modus penempatan tenaga kerja di Pahang, Malaysia.
Seorang anggota BPD Sukamulya yang meminta namanya dirahasiakan mengatakan, warganya diiming-imingi dengan gaji besar. Namun sesampainya di sana, mereka hanya dipekerjakan di sebuah kebun nanas yang gajinya sangat minim.
Dengan keadaan demikian, beberapa di antara mereka ada yang yang kabur dari pekerjaannya karena dinilai telah dibohongi oleh sponsor yang memberangkatkan mereka. “Masih banyak korban yang terjebak di negara Malaysia dari berbagai daerah,” katanya kepada Radar Karawang, Minggu (2/2).
Menurutnya, selain dijanjikan gaji besar, juga diiming-imingi tempat persinggahan yang layak. Namun sesampainya di Malaysia, untuk tidur pun tidak teratur dan beralaskan seadanya.
Saat ini sudah ada beberapa korban yang bisa pulang ke rumahnya masing-masing di Desa Sukamulya, ada yang melalui jalur resmi melalui imigrasi, ada pula yang harus bersusah payah kejar-kejaran dengan polisi Malaysia.
Mereka yang melalui jalur depan harus dikirimi uang terlebih dahulu oleh keluarganya Rp7 juta, dan yang melalui jalur belakang harus naik kapal dan turun menghampiri kapal besar meski basah kuyup. “Karena kapal itu kan adanya di tengah, lagian ada lampu mercusuar. Kalau lampu hendak ke mereka, mereka harus menenggelamkan diri agar tidak ketahuan,” ucapnya.
Ia melanjutkan, meski terdapat kurang lebih sepuluh orang warga Desa Sukamulya yang bisa pulang, namun salah satu diantaranya meninggal dunia karena penyakit yang dideritanya. “Sempat dibawa ke rumah sakit tapi tak tertolong,” ujarnya.
Saat ini keluarga berharap, berapa orang diantara korban yang belum bisa pulang agar bisa dipulangkan. “Masih ada yang belum bisa pulang,” pungkasnya.
Seorang korban yang berhasil melarikan diri, Sukara (40) memaparkan, dirinya mendapat informasi lowongan kerja untuk ditempatkan di Malaysia dari pihak sponsor bernama Sarpin alias Aping. Selain Sukara, informasi tersebut juga membuat para petani tertarik bekerja di negara Jiran. “Diiming-iming gaji besar sponsor hingga Rp5,9 juta per bulan dengan fasilitas dijamin selama bekerja. Ada sekitar 15 orang berangkat menjadi TKI di Malaysia,” ungkap Sukara.
Menurutnya, saat pemberangkatan dari rumah sponsor pada 30 Desember 2017 lalu, bukan hanya warga Karawang, melainkan ada juga dari Jakarta dan Cirebon. Seluruh calon pekerja migran diberangkatkan dari Bengkalis, Pekanbaru, malalui jalur yang ilegal. “Semuanya pekerja berangkat melalui Bengkalis menuju Malaysia menggunakan jalur laut pada malam hari,” jelasnya.
Setelah bekerja di perkebunan tersebut, bukan gaji besar dan fasilitas nyaman yang didapat. Sebaliknya, para pekerja justru hanya mendapatkan gaji kecil dan tidur digubuk-gubuk. Selain itu, paspor yang digunakan pun hanya untuk kunjungan dan masa berlakunya 30 hari. “Kami semua menderita, dipekerjakan seperti romusa dengan jam kerja tidak jelas. Untung saya berlima bisa kabur dengan biaya sendiri,” ujarnya.
Akibat kejadian tersebut, kata dia, salah seorang pekerja bernama Munawir meninggal pada 6 Januari 2020 karena sakit stroke. Menurutnya, korban meninggal karena sering kelaparan, dan kerja berpindah-pindah akibat dikejar polisi diraja Malaysia. “10 orang warga Cilamaya masih belum bisa pulang karena sebagai TKI Ilegal,” pungkasnya.
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Okih Hermawan belum bisa berkomentar banyak. “Besok (hari ini) saja ke kantor,” ungkapnya. (rok/nce/rm)