HEADLINE

Teror Pria Pamer Alat Kelamin Resahkan Warga Gintungkerta

MERESAHKAN: Warga bahas pelaku pamer alat kelamin.

KLARI, RAKA – Warga RT 22 RW 06 Dusung Gintungsalam, Desa Gintungkerta, Kecamatan Klari, diresahkan dengan adanya pria pelaku eksibisonis yang memamerkan alat kelaminnya.

Ketua RT 22 Japar mengatakan, kejadian seperti ini telah terjadi sejak 2018 lalu. “Tahun 2020 saja sudah ada laporan tiga kali,” terangnya, Kamis (18/6).
Japar mengatakan laporan terakhir kali diterimanya kejadian pada Rabu malam sekitar pukul 20.30 WIB. Saat itu pelaku memerkan kemaluannya kepada seorang perempuan pemilik laundry yang kebetulan saat itu tengah berada di pekarangan rumahnya. Diketahui pelaku mengendarai sepeda motor scoopy berwarna merah denhan pakaian yang rapih dan mengenakan masker.

Japar melanjutkan, berdasarkan beberapa laporan yang diterimanya, pelaku cenderung beraksi ketika situasi lingkungan hanya ada perempuan. Meskipun saat itu banyak orang namun semuanya perempuan pelaku tetap akan melakukan perilaku menyimpang tersebut. “Biasanya pelaku beraksi siang-siang, baru satu ini kejadiannya malam,” tambahnya.

Diduga pelaku tidak tinggal di lingkungan tersebut karena warga tidak ada yang mengenali ciri-cirinya. Japar sendiri yakin pelaku bukan orang dengan keterbelakangan mental melainkan secata sadar melakukan aksinya. Hal ini karena dari beberapa pelaku kasus serupa motor yang digunakan berganti-ganti. “Pakaiannya juga rapih, motornya ganti-ganti, gak mungkin dong orang gila,” terkanya.

Ia sendiri khawatir menilai aksi pelaku sangat tidak pantas dan meresahkan warganya. Ia khawatir pelaku melakukan tindakan lebih saat situasi tertentu. Ia sendiri greget dan ingin menangkap pelaku, namun pelaku selalu berhasil kabur begitu korban menjerit. Ia berharap warga bisa mengenali ciri-ciri pelaku atau bahkan menangkapnya.

Mengenai hal ini Dekan Fakultas Psikologi Universitas Buana Perjuangan (UBP) Cempaka Putrie Dimala, M.Psi, menyampaikan eksibisionis merupakan penyimpangan seksual di mana pelaku memperlihatkan kemaluannya di depan seseorang. Orientasi perilaku ini bukanlah mengajak hubungan seksual dengan korban, melainkan reaksi korban seperti menjerit yang dapat meningkatkan hasrat seksual pelaku.

Hal ini tentunya memberi dampak psikologis kepada korban. Biasanya korban akan merasa syok begitu pelaku beraksi dan refleks berteriak. Dampak selanjutnya kemungkinan korban akan merasa takut untuk melewati lokasi kejadian dan perlu beradaptasi kembali dengan lingkungan tersebut. “Ketakutan mereka itu lebih kepada takut diapa-apain, pemikiran jauh kemana-mana takut menjadi korban kekerasan seksual atau hal lainnya,” terangnya.

Namun menurutnya perilaku eksibisionis tidak termasuk kekerasan seksual, sebab definisi kekerasan seksual itu sendiri apabila terjadi kekerasan untuk mengajak hubungan seksual secara paksa tanpa adanya persetujuan. Namun pelaku eksibisionis hanya memperlihatkan anggota tubuhnya dan mengharapkan reaksi yang memicu hasrat seksualnya. “Kalau misalkan memang bisa diketahui pelakunya siapa bisa ditindaklanjuti, diberitahu perilaku tersebut salah, ayo kita berobat bersama, karena memang pengobatan perilaku eksibisionis itu perlu rangkaian pengobatan yang panjang untuk penyembuhannya,” tutupnya.(din)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button