KARAWANG

Jangkar Ecovillage Karawang

MEMBUAT TANAMAN HIDROPONIK: Tiga orang kader Jaringan Kerja (Jangkar) Ecovillage Karawang yang bergerak untuk kelestarian lingkungan hidup sedang membuat tanaman hidroponik.

Gerakan Penghijauan, Bank Sampah, Ekonomi Kreatif

KARAWANG, RAKA – Dalam literatur Islam, manusia diciptakan oleh Tuhan bukan hanya sekadar untuk beribadah, melainkan juga mengemban tugas sebagai khalifah di muka bumi. Sebab itulah kelestarian alam menjadi tanggung jawab manusia untuk menjaganya. Hal ini nampaknya sejalan dengan Jaringan Kerja (Jangkar) Ecovillage Karawang yang bergerak untuk kelestarian lingkungan hidup.

Ketua Jangkar Ecovillage Karawang Runi Tri Martiana menuturkan, ecovilage sejatinya adalah kampung atau desa berbudaya lingkungan. Ecovillage sebetulnya salah satu upaya dalam program Citarum Bestari oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat sejak 2014 lalu, sebelum adanya program Citarum Harum. “Tujuannya hanya untuk menyadarkan masyarakat untuk berbudaya dan memperhatikan lingkungan, jangan buang sampah sembarangan, penghijauan,” tuturnya, Selasa (23/6).

Setelah program tersebut selesai, para relawan se-Jawa Barat terpanggil untuk membentuk Jaringan Kerja Ecovillage. Di Karawang sendiri Jangkar Ecovillage ini masuk sejak 2017. Ecovillage yang awalnya hanya diprogramkan untuk daerah aliran sungai (DAS) Citarum, rencananya akan diprogramkan kembali namun diserahkan kepada pemerintah kabupaten/kota masing-masing.

Runi memaparkan, program Jangkar Ecovillage Karawang bukan hanya penghijauan, melainkan juga ekonomi kreatif dan tentunya bank sampah. Ia juga mengungkap masalah sampah adalah hal yang selalu muncul dalam setiap gagasan gerakan yang akan mereka lakukan. Akhirnya di setiap desa/kelurahan dengan program ecovillage dibentuk bank sampah. “Intinya ecovillage itu mengedukasi warga untuk ramah dan bijak di lingkungan, lebih ke perubahan perilaku,” ucapnya.

Sejak 2017 sampai saat ini, Karawang telah memiliki kawasan ecovillage di 15 desa/kelurahan. Banyak hal yang diperhatikan dalam menentukan titik lokasi ecovillage, diantaranya keberadaan kader, dukungan masyarakat, serta dukungan tokoh masyarakat dan pemerintahan desa setempat. “Karena gerakan ini tidak ada benefit materi, hanya sebuah gerakan untuk mengajak masyarakat lebih peduli lingkungan. Kalau benefitnya untuk lingkungan yang lebih baik sih iya,” tambahnya.

Ia sendiri mengaku cukup berat menjalankan gerakan ecovillage di Karawang karena masyarakatnya yang majemuk, wilayah yang luas dengan segala problematikanya. Namun prinsip mereka adalah berusaha memberi sumbangsih untuk Karawang menjadi lebih baik sekecil apapun itu. Hal itulah yang menjadi motivasi para relawan ecovillage yang tidak dibayar atau diiming-imingi sesuatu.

Ia sendiri berharap ecovillage dapat tetap melakukan kegiatan di bidang lingkungan. Saat ini pun mereka tengah menggarap bank sampah di Desa Sukaharja. Kedepannya ia ingin bank sampah tersebut juga dapat menjadi sarana edukasi masyarakat. “Sebenarnya sudah banyak sekolah-sekolah yang ingin belajar di sini, tapi belum kita buka. Jadi nanti sejak dini anak sudah dikenalkan untuk menjaga lingkungan,” tuturnya.

Salah satu kader Jangkar Ecovillage Karawang, Ahmad Sadikin (45) mengaku tertarik terjun untuk lingkungan sejak muda. Selepas kuliah dulu ia sendiri kerap terjun dalam gerakan pemberdayaan masyarakat. Sampai akhirnya ia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menjadi fasilitator ecovilllage di Karawang. “Ibarat kata mah kecemplung ya sekalian mandi, jadi mengenal ecovillage itu seperti apa sih,” ujarnya.

Banyak hal baru yang dipelajarinya, misalnya dalam pengolahan bank sampah ia menjadi tahu apa itu kompos, hidroponik atau hal lainnya. Baginya dalam gerakan ecovillage itu semuanya sama-sama saling belajar, hanya saja yang lebih awal mengetahui sesuatu mesti bisa menularkan. Baginya juga ada kepuasan tersendiri ketika memberikan ilmu maupun ketetampilan.

Kader lainnya, Taufik Subekti (58) mengaku tertarik untuk peduli dengan lingkungan saat dirinya kaget mendengar informasi bahwa sampah di Karawang mencapai 1000 ton per hari. Menurutnya, kalau tidak ada yang peduli akan hal itu akan menimbulkan masalah lainnya. Dengan menjadi relawan ecovillage, ia ingin bisa berkontribusi meminimalisir sampah. “Ada dengan cara yang punya nilai ekonomis dengan dijual kembali, ada yang bisa menjadi pupuk,” ceritanya.

Ia pun mengaku banyak hal baru yang dipelajarinya dari gerakan ini. Ia sendiri mulai bisa menerapkan ilmu tersebut di rumah, misalnya dengan menanam tanaman obat keluarga (toga) yang ternyata dirasakan manfaatnya oleh tetangga-tetangganya. Selain itu, ia juga bisa menambah teman dan merasa nyaman karena Jangkar Ecovillage Karawang dinilainya kondusif.

Sementara itu, An-an Hanafiah bercerita beberapa tahun yang lalu permasalahan sampah di lingkungannya tidak juga terselesaikan. Sampai akhirnya secara tidak sengaja bertemu dengan Runi, merasa memiliki visi yang sama ia pun bekerjasama dengan Jangkar Ecovillage Karawang, bahkan terlibat sebagai kader di dalamnya. Ia juga merasa ada kepuasan pribadi saat bisa berkontribusi untuk lingkungan yang lebih baik. “Yang saya tahu lingkungan juga ada tanggung jawabnya sama Yang di Atas (Tuhan),” pungkasnya. (din)

Related Articles

Back to top button