KARAWANG

Penyembuhan Eksibisionis Butuh Waktu Panjang

Cempaka Putrie Dimala

KARAWANG, RAKA – Perilaku eksibisionis kerap meresahkan masyarakat, pelaku memperlihatkan kemaluannya di hadapan seseorang yang ia kehendaki. Penyimpangan seksual ini dari kacamata psikologis perilaku tersebut dapat dikatakan eksibisionis jika memenuhi kriteria tertetu. “Itu memang ada dalam buku diagnostik mengenai patologi, itu berkenaan dengan perilaku seseorang,” terang Dekan Fakultas Psikologi Universitas Buana Perjuangan (UBP) Cempaka Putrie Dimala, M.Psi.

Cempaka menjelaskan, seseorang dapat dikatakan eksibisonis jika perilaku tersebut dilakukan selama enam bulan berturut-turut. Kemudian pelaku merasakan dorongan hasrat seksual saat melakukan hal tersebut. Pelaku biasanya beraksi terhadap orang yang tidak menaruh curiga padanya, dan reaksi dari korban seperti teriakan menjadi orientasi seksnya. “Saat menujukkan gak suka, jijik, ia akan semakin berhasrat,” jelasnya.

Lebih lanjut ia memaparkan, banyak variabel yang membentuk seseorang berperilaku eksibisionis. Namun salah satu yang sangat berpengaruh adalah pelaku pernah menjadi korban kekerasan seksual di masa silam. Kondisi ia menjadi korban bisa jadi merubah presepsinya mengenai orientasi pemenuhan hasrat seksualnya. “Persepsi pemenuhan seksualnya itu menjadi salah, aksi pelaku kekerasan seksual pada dirinya itu kan menjadi presepsinya, kemudian dia manifestasikan hal tersebut,” jelasnya lagi.

Penyembuhan perilaku penyimpangan seksual membutuhkan waktu yang panjang. Lebih dari itu mesti ada keinginan dari pelaku untuk memperbaiki dirinya. Kesembuhan itu kembali bergantung pada pelaku apakah ia menyadari hal tersebut menyimpang dan meresahkan, apakah ia merasa itu salah dan terdorong untuk berperilaku sehat. Penyembuhan penyimpangan seksual akan lebih sulit jika pelaku menilai hal tersebut bukan suatu kesalahan dan menganggapnya sebagai kebutuhan.

Penyimpangan seksual semacam ini merupakan rantai panjang dimana ada kaitan-kaitan tertentu. Untuk mencegah perilaku eksibisionis yang mesti dilakukan oleh masyarakat adalah mencegah kekerasan seksual agar tidak terjadi. Apabila kekerasan seksual dan emosional masih ada, maka masih akan ada kemungkinan munculnya orang-orang yang mengalami eksibisionis. “Tugas bersama ketika masyarakat sudah memahami tentang bahayanya kekerasan seksual, ayo kita cegah bersama, maka kemudian tidak mengangap anak perempuan harus dilindungi dan lengah terhadap anak laki-laki, justru data menunjukan korban perempuan dan laki-laki sebanding, dan efeknya panjang terus-menerus,” pungkasnya. (din)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button