Anak Titipan Tuhan
BERGEMBIRA: Anak-anak jalanan yang diasuh oleh Relawan Peduli Pendidikan Karawang tampak bergembira usai mengikuti pendidikan non formal.
KARAWANG, RAKA – Hari Anak Nasional kerap diperingati setiap satu tahun sekali, tepatnya tanggal 23 Juli. Namun, persoalan yang diderita anak masih terjadi. Mulai dari hilangnya hak pendidikan hingga menjadi korban eksploitasi orangtua.
Santi Ayu (23) seorang mahasiswa bercerita saat ini tinggal bersama keponakannya yang berusia tiga tahun. Sehari-hari sudah pasti melakukan aktivitas bersama mulai dari mulai bangun tidur sampai tidur kembali. Selain itu, ia juga kerap memandikan sang keponakan, membuat makanan dan menyuapinya, bermain bersama, hingga menemaninya belajar. “Kegiatannya tidak terencana, karena setiap hari natural begitu aja, layaknya anak kecil main sama keluarganya,” ceritanya kepada Radar Karawang, kemarin.
Memperingati Hari Anak Nasional, refleksi yang didapatinya adalah bahwa anak bukanlah sekadar makhluk hidup yang masih kecil untuk diabaikan, melainkan wajib diperhatikan. Dengan adanya Hari Anak, ia berharap semua orang dapat lebih memperhatikan pentingnya perkembangan anak. “Aku harap anak Indonesia khususnya anak-anak Karawang semakin terbentuk karakter baik dalam dirinya masing-masing,” harapnya.
Mahasiswa lainnya, Yuyun Rusdianah (20) yang menyambi sebagai guru PAUD tentunya memiliki banyak kegiatan bersama anak-anak, yaitu belajar di dalam kelas maupun di luar kelas. Kegiatan menempel dan menggunting gambar, bernyanyi, kegiatan salat dan senam adalah rutinitas yang dilakukannya bersama anak didiknya. Sebagai sosok yang tak lepas dari anak-anak, Yuyun berpendapat adanya Hari Anak Nasional ini sebagai momen untuk menyadari bahwa seorang anak adalah harta dan titipan yang diberi oleh Tuhan.
Ia melanjutkan, bagi orang tua, anak adalah amanah sekaligus penyempurna keluarga. Kehadiran seorang anak bagi orangtua mampu memberikan kasih sayang yang tulus. Lebih dari itu, anak-anak adalah generasi yang akan meneruskan masa depan keluarga juga masa depan bangsa. Sebab itu menurutnya penting untuk melindungi, menyayangi, dan menjaga meeka.
Sayangnya ia masih melihat anak-anak Karawang yang lahir dalam keluarga dengan taraf ekonomi bawah belum tercukupi hak pendidikannya. Meski demikian, tidak sedikit orang bahkan komunitas yang memberikan saluran pendidikan secara gratis kepada anak-anak yang ekonomi di bawah. Ia berharap agar anak-anak menjadi pintar, agar berguna untuk bangsa dan bermanfaat untuk karawang khususnya. “
Lebih melahirkan anak-anak yang kreatif, intelektual, dan anak-anak yang produktif. Hal ini tentu jadi PR untuk para orang tua selalu dampingi anak-anak dalam proses pendidikan,” ujarnya.
Seorang karyawan swasta, Irvan Janurwardi (27) bercerita aktif di salah satu komunitas sosial pendidikan di Karawang, yaitu Relawan Peduli Pendidikan Karawang (RPPK). RPPK sendiri adalah pendidikan non formal bagi anak jalanan di Karawang, mempelajari akademik keterampilan yang sifatnya mengasah kreativitas anak-anak. Ia merasa cukup miris melihat lingkungan Karawang masih ada anak-anak yang seharusnya mendapatkan hak yang layak, tetapi malah dieksploitasi untuk mengemis, mengamen, memulung dan berjualan karena faktor ekonomi orangtua.
Hari Anak Nasional baginya merupakan momen untuk lebih ramah terhadap anak, dan menempatkan anak sesuai yang seharusnya. Mulai dari lingkungan, perlakuan, mengelola emosi serta sikap. Hal tersebut agar anak tidak berperilaku dan berpikir dewasa sebelum waktunya, sehingga psikologisnya tidak terganggu.
Irvan melihat saat ini anak-anak lebih rentan menerima dan mengkonsumsi materi dewasa, sehingga mudah dicontoh kembali bagi mereka jika tidak ada pengawasan orang dewasa di sekitarnya. Ia beraharap Karawang menjadi kota yang ramah anak dengan segala fasilitasnya. “Itu semua perlu dukungan dari berbagai pihak, khususnya lingkungan keluarga dan menciptakan anak yang berkarakter, beradab dan santun,” tutur Irvan. (din)