HEADLINEKARAWANG

Sulit Sinyal, tak Ada Kuota

TATAP MUKA: Seorang anak sekolah dasar belajar langsung dengan gurunya.

KARAWANG, RAKA – Sejumlah pelajar yang bersekolah di beberapa kecamatan di Kabupaten Karawang mengeluhkan metode pembelajaran dengan menggunakan sistem daring di tengah pandemi Covid-19.

Setelah beberapa minggu melakukan KBM menggunakan sistem online, semua masalah dan kendala mulai bermunculan. Di antaranya tidak semua anak sama dalam hal kepemilikan fasilitas seperti handphone, banyak di antara para siswa yang hanya memiliki HP biasa. Selain itu jika pun ada HP, keterbatasan kuota dan jaringan yang kurang mendukung juga menjadi kendala.

Kendala ini tidak hanya dirasakan oleh siswa saja, tetapi juga guru. Anggaplah KBM sistem online ini bisa dilakukan oleh guru-guru yang masih muda yang mahir dengan teknologi. Lalu bagaimana dengan guru yang masih meraba dalam penggunaan teknologi? Ini tentu akan lebih sulit lagi. Dengan adanya kendala-kendala tersebut tentunya akan menghambat proses KBM, dan dapat diartikan belajar sistem daring yang dadakan belum efektif untuk dilakukan. Masih banyak kendala kendala lain yang muncul seperti pada saat sistem online digunakan. Materi yang disampaikan tidak sepenuhnya dipahami oleh siswa. Selain itu, tidak semua siswa hadir ketika KBM tersebut berlangsung, anggaplah disebabkan oleh jaringan yang tidak mendukung dan bisa juga karena siswa merasa bosan dengan sistem belajar yang tidak efektif. Belajar sistem online ini juga susah untuk mengontrol kehadiran anak-anak saat KBM, sehingga yang dapat mengikuti KBM adalah anak anak dengan fasilitas yang baik. Pada akhirnya pembelajaran tidak tersalurkan dengan baik.

Apriyan (17) pelajar SMK di Kotabaru mengatakan, banyak teman-temannya yang tidak bisa mengakses materi pelajaran secara online, karena buruknya sinyal internet. “Kalau mengakses google classroom lama sekali. Sinyal internetnya jelek,” ujarnya kepada Radar Karawang, kemarin.
Ia melanjutkan, keterbatasan kuota juga jadi kendala saat belajar daring. “Kalau sudah tidak punya kuota, ya sudah, gak ikut belajar,” tuturnya.

Begitu juga yang dirasakan oleh Sahna (16) siswa SMA di Karawang Barat, dia mengaku tidak semua provider bisa memeberikan pelayanan jaringan internet dengan baik. “Hanya kartu-kartu telepon tertentu yang bagus sinyalnya. Tapi kan juga mahal kalau mau beli kuota internetnya,” ujarnya.

Yunanto, wakil Kesiswaan SMAN 1 Rengasdengklok mengatakan, setiap hari pembelajaran daring dimulai jam 7 pagi sampai jam 12 siang. Sedangkan penyampaian metode pembelajaran jarak jauh ini diantaranya bisa menggunakan video, power point ditambah ada suara guru yang menerangkan isi materi. “Selama jam daring siswa menuruti aturan seperti belajar di rumah sesuai jadwal, memang kalau untuk karakter (siswa) susah dipantau tapi orang tua harus ikut kerjasama,” katanya.

Salah satu orangtua siswa asal Desa Lemahabang, Rika mengatakan, proses belajar secara tatap muka di lingkungan sekolah dinilai lebih baik daripada belajar melalui HP. Karena anak lebih banyak bermain ketimbang belajar ketika berada di rumah. “Lagian nambah pengeluaran buat kuota internet,” keluhnya. Selain itu, kedisiplinan anak mulai mengendur karena tidak harus berangkat ke sekolah, lebih banyak bermain HP, dan menambah beban pekerjaan orangtua di rumah. “Iuran dan daftar ulang harus tetap dibayarkan,” ujarnya. (mra/psn)

Related Articles

Back to top button