Warga Kampung Tajur Pertahankan Kehidupan Desa

RUMAH WARGA : Salah satu rumah warga yang menjadi tempat penginapan para wisatawan.
PURWAKARTA, RAKA – Kampung Tajur (Kampung Adat) yang berlokasi di Desa Pasanggrahan Kecamatan Bojong, Kabupaten Purwakarta juga menjadi kampung edukasi bagi wisatawan. Pasalnya, masyarakat di kampung itu, masih mempertahankan adat dan budaya warisan leluhurnya.
Saat datang ke Kampung Tajur, para wistawan yang rata-rata didominasi pelajar atau pun mahasiswa itu dapat mengambil pelajaran bagaimana cara berkehidupan masyarakat kampung yang hingga saat ini masih mempertahankan warisan dari masyarakat tempo dulu atau leluhurnya. “Wisatawan kebanyakan dari pelajar, disini (Kampung Tajur) wisatwan dapat secara langsung belajar bagaimana kehidupan masyarakat di kampung, seperti bercocok tanam, dari mulai proses menanam padi, menumbuk padi, hingga memasak nasi dengan menggunakan kayu bakar di tungku (hawu),” kata Pjs Desa Pasanggrahan, Agus Koswara, Selasa (25/8).
Agus mengatakan, wisatawan kebanyakan berasal dari luar daerah Kabupaten Purwakarta bahkan luar daerah Jawa Barat.
Setiap tahunnya jumlah wisatawan mencapai ribuan orang, terlebih sebelum adanya pandemi Covid-19. “Rata- rata setahun 7000 orang wisatawan bahkan pada tahun 2012 mencapai 12 000 orang. Tapi setelah pandemi Covid-19 saat ini, wisatawan terus menurun bahkan sementara waktu memang kami tidak mengijinkan saat ada sekolah atau intansi mengajukan kunjungan kesini,” jelasnya.
Selain wisatwan dari berbagai sekolah, intansi dan masyarakat umum dari sejumlah kota di Indonesia. Diketahui, sejumlah wisatwan dari luar negri pun sempat mengunjungi kampun tajur. “Pada tahun 2017 sempat ada kunjungan wisatwan perwakilan dari 24 negara, dari mulai pelajar, mahasiswa hingga pejabat pemerintahan. Seperti dari Malaysia, Korea, Amerika dan lainnya,” katanya.
Sementara, untuk mempasilitask wisatawan yang ingin mengambil pelajaran hidup di kampung tajur. Para wisatwan dapat tinggal secara langsung di rumah penduduk dan mengikuti keseharian warganya. Dari mulai, bercengkrama secara langsung dengan warga, wisatawan juga dapat mengikuti rutinitas warga seperti melakukan pekerjaan di kebun dan sawah. “Per satu malam, wisatwan dapat tinggal bersama di rumah warga dengan biaya sekitar Rp200 – 250 ribu. Di Kampung Tajur dari sekitar 58 rumah dan sekitar 45 rumah diantaranya dapat disewa wisatawan,” tuturnya.
Sementara, salah satu warga kampung Tajur, Mak Ati (60) mengatakan, selain mengikuti rutinitas warga kampung, wisatawan juga diajarkan bagaimana cara memasak nasi dengan peralatan sederhana dan menggunakan tungku (Hawu).
Mungkin bagi orang kota mah memasak dengan peralatan sederhana dan dimasak di Hawu aneh dan tidak biasa. Dan biasanya anak-anak atau wisatawan senang jika diajarkan hal- hal seperti itu. “Bahkan banyak yang minta diajarkan bagaimana cara menanam padi di sawah, hingga menumbuk padi dengan lisung dan lainnya,” ucap Ati.
Mak Ati berharap, pandemi Covid-19 yang saat ini masih terjadi dapat segera berlalu sehingga kembali meningkatkan pengunjung ke kampung tajur. Kunjungan wisatwan sangat diharapkan warga mengingat dapat membantu perekonomian. “Sejak ada Corona, wisatawan sepi. Jadi gak ada lagi wisatawan yang menyewa rumah atau minta diajarkan cara bercocok tanam dan lainnya. Semoga saja situasi kembali pulih dan wisatawan kembali ramai datang ke kampung tajur,” pungkasnya. (gan)