KARAWANG

Anak Autis dan Down Syndrome Berbeda

SEKOLAH: Sejumlah anak berkebutuhan khusus sekolah di sekolah khusus. Perkembangan anak autis bisa dibantu dengan belajar di sekolah khusus, sehingga mereka bisa tumbuh seperti anak biasa.

KARAWANG, RAKA – Sebagian orang menganggap, bahwa anak autis dan down syndrome merupakan penyakit yang sama. Padahal itu merupakan hal yang berbeda.

dr. Nita Theresia Reyne, Sp.KFR., M.Kes, dokter Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Hermina Karawang menuturkan, down syndrome dan autis merupakan dua penyakit yang berbeda, namun keduanya biasanya dialami oleh anak sejak lahir. “Down sybdrome diakibatkan kelainan kromosom, berpengaruh pada fisik dan kognitif, kalau autisme kognitif aja yang terhambat,” katanya.

Untuk mengetahui seorang anak menyandang autism dapat merujuk pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM). “Kriterium ketika seseorang memiliki gangguan autistik itu pertama adalah adanya gangguan dalam interaksi sosial,” terang Dekan Fakultas Psikologi Cempaka Putrie Dimala, baru-baru ini.

Gangguan interaksi sosial sendiri dapat terlihat jika memenuhi setidaknya dua kriteria. Pertama adalah gangguan yang jelas dalam perilaku nonverbal seperti kontak mata dan ekspresi wajah. Selanjutnya adalah kelemahan dalam perkembangan hubungan sang anak dengan teman sebayanya saat memasuki usia perkembangan. Adapaun kriteria kedua adalah gangguan komunikasi. “Kaitannya dengan keterlambatan atau sangat kurang dengan bahasa atau dalam bicaranya,” terangnya.

Anak dengan autisme menunjukan gejala jelas yakni kurangnya kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan percakapan dengan orang lain. Konsintresi mereka mudah teralihkan dan kerap mengulang kata yang diucapkannya. Pengulangan ini juga nampak pada sesuatu yang diminatinya yang membuatnya seolah melakukan ritual kaku, apa yang diminatinya dilakukan secara berulang. Tingkah laku yang steorotip juga menandakan seorang anak menyandang autisme.

Perlu diketahui, jika seorang anak tidak bisa memenuhi minimal satu bidang pencapaian tumbuh kembang pada usia tertentu tahap perkembangannya, maka hal tersebut dapat menjadi pertanda autisme. “Ada juga (faktor) hal-hal yang kaitannya berorintasi behavioral, tingkah laku,” tambahnya.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mendukung anak-anak dengan autisme yaitu dengan penerapan perilaku yang biasanya dilakukan oleh terapis perilaku. Namun orang tua juga mempunyai peran penting, sebab itulah biasanya saat menjalani terapis perilaku orang tua mendapat PR untuk mendampingi agar terjadi perubahan positif pada perilaku anak tersebut.

Pengetahuan masyarakat yang tidak begitu mumpuni cenderung membuat mereka abai terhadap anak dengan autisme. Maka hal yang paling utama bagi orang tua adalah menerima dan peduli dengan kondisi spesial sang anak. Selanjutnya baru orang tua tersebut dapat mengambil langkah apa yang sebaiknya dilakuakn demi sang anak. Terkadang ada orang tua yang tidak bisa menerima kondisi spesial sang ana, sebab itulah dalam penanganan anak dengan autisme buka hanya perihal sang anak tapi juga penanganan psikologi orang tua.

Ia menyarankan para orang tua yang memiliki anak dengan autisme untuk bergabung dengan komunitas para orang tua yang mengalami hal serupa. Komunitas ini menjadi wadah bagi mereka untuk menambah pengetahuan dan berbagi pengalaman dalam penanganan anak spesial. Terlebih saat ini perkembangan teknologi dan media mendukung mereka untuk membentuk komunitas sekalipun tidak bertemu. “Saling berbagi rasa berbagi asa itu sangat tergugah sekali orang-rang tersebut,” ujarnya.

Bagi masyarakat secara umum yang dapat dilakukan untuk mendukung anak dengan autisme adalah dapat menjaga empati dan perkataan. Jika tidak dapat membantu secara langsung alangkah baiknya tidak banyak berkata atau mengomentari tentang kondisi yang tengah dihadapi sang anak serta orang tuanya. Hal ini mengingat jatuhnya mental orang tua kerap disebabkan oleh omomngan negatif dari masyarakat. “Dan juga ketika anak berkebutuhan khusus ini mengalami stres karena ada lingkungan sosial yang tidak mendukung, yuk kita sama-sama merangkul para orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus untuk sama-sama menjaga kesehatan mental kita,” pesannya. (din)

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button