Disdik Didorong Bentuk Relawan PJJ
BAHAS PJJ: Himpunan Intelektual Muda Muslim Indonesia membahas isu pembelajaran jarak jauh di pendopo Tugu Rengasdengklok. Mereka mendorong agar Dinas Pendidikan membentuk relawan PJJ.
Maksimalkan Belajar Daring
RENGASDENGKLOK, RAKA – Virus corona masih menjadi persoalan di tengah masyarakat bahkan di dunia pendidikan. Sejak Maret 2020, sekolah tidak menerapkan pembelajaran tatap muka akibat kehawatiran penyebaran virus corona.
Hingga saat ini pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring masih tetap berlangsung, oleh karena itu Himpunan Intelektual Muda Muslim Indonesia (HIMMI) meminta agar instansi pendidikan atau sekolah membentuk relawan PJJ guna efektivitas kelangsungan belajar siswa. “Dinas pendidikan ini harus punya opsi, saya juga pernah membicarakan opsinya yaitu ada relawan, misalnya satu relawan ini bisa belajar tatap muka dengan 10 siswa, bukan dengan gurunya,” jelas Koko, sekertaris HIMMI kepada Radar Karawang.
Pria yang akrab disapa Bung Kobar menyebut, relawan ini bisa dibentuk di setiap dusun atau perkelompok, sehingga dapat meringankan orang tua siswa maupun guru. Pihaknya mengaku, relawan tersebut nantinya bisa berlatarbelakang dari akademisi seperti siswa SMA atau mahasiwa, karena pelajaran untuk kelas satu dan dua SD ini tidak terlalu sulit. “Anak SMA pun bisa daripada anak SMA nganggur, maka manfaatkanlah skil mereka,” katanya.
Di tengah pandemi seperti ini, Koko menganggap kesibukan orang tua ini lebih riskan apalagi ditambah harus mendampingi anak untuk menyelesaikan tugas sekolah. Pihaknya menambahkan pendidikan di tengah pandemi ini juga merupakan pembahasan perdana di acara Ngobras (Ngobrol Asyik) yang dihadiri oleh sejumlah tenaga pendidik, PGRI, dan komunitas kesenian. “Adanya Ngobras ini diharapkan dapat memberi sedikit pengetahuan kepada masyarakat mungkin dari pendidikan, sosial, pelayanan pemerintahan ataupun hukum,” katanya.
Rida Ratna Purwanti, Forum Kerja Kelompok Guru (FKKG) wilayah Rengasdengklok mengatakan tugas guru dalam pembelajaran di era pandemi, salah satunya menyusun program RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang diracik sedemikian rupa untuk bisa menyampaikan materi pembelajaran kepada peserta didik dengan tampilan yang menarik dan tidak membebani peserta didik dan orang tua. Kemudian pembelajaran tidak mengejar target kurikulum, materi diutamakan kepada kecakapan hidup, religius, pembiasaan, keterampilan dan hal-hal yang mudah dipelajari oleh peserta didik dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Pihaknya mengaku orang tua berperan sebagai pendamping bukan pengajar. “Contoh satu kegiatan pembelajaran yang sederhana misalnya hari pertama tugas peserta didik menuliskan bumbu sambal terasi, itu (termasuk) tugas pembelajaran Bahasa Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut, hari kedua anak belanja dengan menggunakan uang, ketika anak mampu menghitung dan menggunakan uang itu, menurut Rida, sudah termasuk pembelajaran matematika dan ketika anak mau membantu orang tua, kemudian mengembalikan uang kembalian tersebut kepada orang tua itu bagian dari pembelajaran PKN. “Di hari ketiga guru memberikan tugas kepada peserta didik untuk mempraktikkan bagaimana cara membuat sambal terasi dan itu sudah masuk pembelajaran IPA dan pembelajaran SBK,” ujarnya.
Kemudian, hari keempat guru bisa memberikan tugas dengan meminta peserta didik untuk menuliskan makanan apa saja yang bisa disajikan dengan sambal terasi. Itulah salah satu contoh pembelajaran tematik yang bisa dilaksanakan di kegiatan belajar mengajar selama BDR atau PJJ dan hal ini tidak perlu digunakan menggunakan daring atau online. “Hanya tugas sekolah itu bisa diberikan lewat grup Whatsapp atau jika tidak, orang tua bisa mengambil tugasnya ke guru,” paparnya.
Rida menambahkan, memang tidak sesimpel itu dan masih banyak guru yang selalu menekankan pembelajaran guna mengejar target misalnya satu tema harus selesai, kemudian mengejar kurikulum sehingga banyak peserta didik yang merasa jenuh dan tidak dibantu, bahkan mungkin ini menjadi beban orang tua murid karena orang tua murid tidak mampu mengajarkan materi tersebut kepada peserta didik. “Guru dengan orang tua harus lebih banyak berkomunikasi dan guru mampu mengevaluasi orang tua juga bisa memberikan penilaian kepada kegiatan peserta didik dibantu oleh guru,” pungkasnya. (mra)