Simak, Pernyataan Sikap PWNU Jabar Soal UU Cipta Kerja
KARAWANG, RAKA- Pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja terus menjadi sorotan berbagai kalangan, kali ini giliran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat.
Organisasi yang diketuai KH Hasan Nuri Hidayatullah ini, memiliki berbagai catatan mengenai UU yang baru disahkan ini, termasuk proses pembuatan UU. Sikap PWNU Jawa Barat sudah diserahkan langsung oleh KH Hasan Nuri bersama Katib Syuriah PWNU Jawa Barat KH Usamah Mansur dan Ketua PCNU Kabupaten Cirebon KH Abdul Aziz kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil untuk disampaikan kepada DPR RI. “Kemarin kita menyerahkan kepada Gubernur Jawa Barat pernyataan sikap PWNU mengenai Omnibus Law sebagai aspirasi NU Jabar untuk dapat disampaikan kepada pemerintah pusat dan DPR RI,” kata KH Hasan Nuri Hidayatullah, Sabtu (17/10/2020).
Kiai yang akrab disapa Gus Hasan ini menambahkan, bersama PBNU, PWNU Jawa Barat siap membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK). “Mari jadikan hukum sebagai panglima bukan politik sebagai panglima,” ucapnya.
Adapun isi pernyataan PWNU Jawa Barat sebagai berikut:
Mencermati dinamika yang terjadi pasca pengesahan Rancangan Undang-undang Cipta Kerja oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia pada tanggal 5 Oktober 2020, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat menyampaikan sikap sebagai berikut:
- PWNU Jawa Bara memahami niat baik pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekoomi dalam rangka mensejahterakan dan mencerdaskan warganya. Namun niat baik saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan cara-cara yang baik pula.
- PWNU Jawa Barat memahami bahwa Omnibus Law adalah metode yang efisien untuk melakukan perubahan beragam peraturan perundang-undangan yang tumpang tindih secara sistemik. Namun metode tersebut dipandang tidak sesuai dengan format dan tatanan baku dalam pembentukan peraturan perundang-undangan Indonesia. Metode Omnibus Law juga dipandang menihilkan partisipasi publik dan terkesan memaksakan proses pembahasan dan pengesahan sebuang rancangan undang-undang. Akibatnya, undang-undang yang telah disahkan kehilangan legitimasi dan mendapatkan penolakan yang kuat dari masyarakat. Hal itulah yang terjadi pada Undang-undang Cipta Kerja.
- PWNU Jawa Barat menyesalkan sikap pemerintah dan DPR RI yang terkesan terburu-buru dan tertutup dalam pembahasan dan pengesahan Undang-undang Cipta Kerja. Hal ini juga diperparah dengan lemahnya komunikasi pemerintah dan DPR RI dengan masyarakat.
- PWNU Jawa Barat menilai bahwa Undang-undang Cipta Kerja masih menyimpan banyak kelemahan yang berpotensi kontraproduktif dengan niat dan tujuan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat.
- Dalam konteks lokal Jawa Barat, PWNU Jawa Barat menyampaikan beberapa catatan pada Undang-undang Cipta Kerja, antara lain:
- Sektor tenaga kerja sebagai objek langsung Undang-undang Cipta Kerja menerima akibat yang paling berat dengan kewajiban yang semakin besar dan hak-hak normatif yang makin berkurang. Undang-undang Cipta Kerja seharusnya mampu membangun iklim kemitraan yang mutalistik antara pekerja dengan pengusaha.
- Tujuan memberi kemudahan investasi dan berusaha tidak selayaknya mengorbankan upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, termasuk AMDAL. Undang-undang Cipta Kerja seharusnya semakin memperkuat tanggungjawab korporasi terhadap lingkungan hidup. Bagi Jawa Barat, yang merupakan kawasan ring of fire, lemahnya tanggung jawab mutlak korporasi terhadap lingkungan hidup akan sangat berdampak masifnya eksploitasi alam Jawa Barat dan berubahnya lahan-lahan pertanian subur menjadi pabrik.
- Tujuan memberi kemudahan investasi dan berusaha tidak selayaknya mengorbankan para petani. Misalnya, kemudhan import pangan akan sangat berdampak buruk bagi para petani, termasuk para petani di Jawa Barat sebagai daerah basis pertanian, karena akan berakibat rontoknya harga di tingkat petani.
- Klaster pendidikan memang sudah dicabut dari Undang-undang Cipta Kerja, namun Undang-undang Cipta Kerja masih memasukan perizinan sektor pendidikan dalam ketentuan Perizinan Berusaha. Ketentuan tersebut dipandang dapat ‘mereduksi’ makna pendidikan, karena menempatkan pendidikan sebagai komoditas ‘usaha’ untuk mencari keuntungan. Kecuali itu, persyaratan dan tekni s perizinan sektor pendidikan seharusnya berbeda dengan ketentuan Perizinan Berusaha.
- Bersama PBNU, PWNU Jawa Barat siap membersamai pihak-pihak yang berupaya mencari keadilan dengan menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mari jadikan hukum sebagai panglima bukan politik sebagai panglima.
- Semoga Allah Swt selalu melindungan dan menolong bangsa Indonesia dalam menyelesaikan berbagai persoalan dan tantangan yang dihadapinya. (asy/rls)