KARAWANG

Sebulan, 159 Orang Positif HIV

Paling Banyak Diderita Gay Milenial

KARAWANG, RAKA – Setiap tahun grafik penderita HIV di Kabupaten Karawang terus mengalami kenaikan. Jika tahun 2018 jumlah penderita sebanyak 896 orang, tahun 2019 ada 1.215 orang, tahun ini hingga Oktober tercatat 1.593 orang terserang penyakit mematikan tersebut. Jika dibagi rata selama 10 bulan, berarti dalam satu bulan ada 159 orang kena HIV.

Parahnya, rata-rata usia penderita penyakit tersebut berumur 20 sampai 29 tahun dan memiliki penyimpangan orientasi seksual alias gay atau homoseksual. Staf Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Karawang Yana Aryana menuturkan, berdasarkan data yang diterima dari Dinas Kesehatan Karawang, sampai bulan Oktober lalu tercatat sebanyak 1.593 orang pengidap. Jumlah tersebut tentu jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan angka pada tahun sebelumnya. “Iya meningkat, karena setiap bulan jumlah pengidap terus bertambah. Rata-rata usia produktif 20 sampai 29 tahun,” ujarnya kepada Radar Karawang.

Dikatakan Yana, penularan tertinggi dari penularan tersebut salah satunya ialah aktivitas seksual yang dilakukan dengan sesama jenis atau homoseksual. Sedangkan untuk sebaran wilayah HIV dengan jumlah terbanyak belum di update. “Berdasarkan wilayah kecamatan belum update lagi. Kalau dulu yang terbanyak itu Karawang Barat,” ucapnya.

Yana mengatakan, saat ini semua puskesmas bisa melakukan tes HIV. Sehingga pengetesan semakin masif dilakukan oleh KPA. Yana juga menambahkan, pada peringatan hari Aids yang diselenggarakan terpusat se-Jawa Barat, KPA akan melaunching program 7 puskesmas sebagai tempat pengambilan obat untuk pengidap HIV. Tujuh puskesmas tersebut diantaranya Puskesmas Ciampel, Rengasdengklok, Kutawaluya, Lemahabang, Cikampek, Cilamaya, dan Pedes. “Kalau kemarin kan hanya di RSUD, sekarang bisa mengambil obat setiap satu bulan sekali di puskesmas tersebut,” pungkasnya.

Petugas Distribusi Logistik IMS, HIV dan AIDS KPA Kabupaten Karawang Yeri Pergata sempat menyampaikan, obat HIV sampai saat ini memang belum ditemukan, namun dengan terapi antiretroviral (ART) dapat memperlambat pertumbuhan virus tersebut. Berbagai macam obat antiretroviral (ARV) mesti dikonsumsi oleh pengidap HIV semasa hidupnya. Sayangnya, tidak sedikit dari mereka yang berhenti menjalani terapi tersebut. Beberapa kecenderungan pengidap HIV berhenti menjalankan ART salah satunya adalah bosan mengkonsumsi obat tersebut. Kendala administrasi atau lokasi rumah sakit yang cukup jauh juga menjadi faktor mereka mulai meninggalkan terapi. “Kalau di Karawang obatnya belum ada di puskesmas, adapun biasanya mereka tetap ambil ke rumah sakit karena merasa malu, padahal belum tentu masyarakat berstigma begatif, stigma itu suka muncul dari diri sendiri, itu yang harus dihindari,” paparnya.

Di samping itu ada juga pengidap yang merasa sudah sehat setelah menjalani ART sehingga berhenti menjalankannya. Adapula yang berhenti menjalani ART karena merasa tidak nyaman dengan pelayanan tenaga medis. Padahal menurutnya, sikap dokter yang kadang terkesan cerewet adalah bentuk rasa sayang mereka kepada pasien.

Menjalani ART nampaknya akan lebih baik jika disertai dukungan keluarga. Namun berdasatkan pengalaman Yeri, banyak pengidap HIV yang enggan menyatakan status mereka kepada keluarga sekalipun. Ia mengingatkan sebaiknya ada salah satu anggota keluarga yang mengetahui status HIV. “Suatu saat kamu ngedrop, mereka gak bingung mau dibawa kemana, dan ketika kamu terluka berdarah, keluarga yang punya luka terluka juga bisa menghindari kontak agar tidak tertular,” terangnya. (psn/nce)

Related Articles

Back to top button