HEADLINEKarawang

Sampah Masker tak Terkontrol

TIDAK BERTUAN: Sampah masker di Kampung Pawarengan, Desa Dawuan Timur, Kecamatan Cikampek, ini tampak sudah lama dibuang pemiliknya.

Dibuang Sembarangan

KARAWANG, RAKA – Wabah Covid-19 tidak hanya menyebabkan masyarakat terinfeksi penyakit. Akan tetapi berbagai masalah yang kompleks lainnya juga turut ditimbulkan pandemi corona. Salah satunya limbah masker.

Sayangnya, sebagian besar masyarakat Kabupaten Karawang masih menganggap masker sekali pakai cukup membuangnya begitu saja, sama seperti membuang sampah biasa, bahkan tak jarang dibuang secara sembarangan. Padahal, sampah masker yang dibuang secara sembarangan akan berdampak pada lingkungan dan kesehatan, terlebih jika sampah masker tersebut sebelumnya digunakan oleh penderita Covid-19.

Berdasarkan pantauan Radar Karawang di sejumlah tempat, sangat mudah menemukan sampah masker sekali pakai. Di Kampung Pawarengan, Dawuan Timur, Kecamatan Cikampek, misalnya. Terdapat sampah masker di pinggir jalan, maupun di tumpukan sampah liar. Begitu pun di Kampung Pasar Hayam, Desa Cikampek Kota, juga ditemukan sampah masker di pinggir jalan yang sering dilalui pejalan kaki maupun pengendara motor.

Selain di pedesaan, di sepanjang Jalan Raya Klari juga mudah ditemukan masker bekas yang tergeletak begitu saja di pinggir jalan. Hal sama juga ditemukan di Jalan Lingkar Tanjungpura-Klari, masker bekas yang baru saja dibuang maupun sudah lama bercampur tanah dan kerikil.

Nunung (24) warga Desa Cikampek Utara, Kecamatan Kotabaru, mengatakan tidak tahu bagaimana seharusnya menangani sampah masker yang sudah dia gunakan. Biasanya dia membuang begitu saja ke tempat sampah. “Ya begitu saja (dibuang di tempat sampah), gak tahu kalau harus dimusnahkan seperti dibakar,” ungkapnya kepada Radar Karawang, kemarin.

Ia melanjutkan, biasanya menggunakan masker bedah sekali pakai yang dia beli dari minimarket. Karena tidak boleh dicuci setelah digunakan, dia menggunakan masker baru setiap hari. “Saya biasanya beli yang isinya lima di minimarket, untuk lima hari,” ujarnya.

Karyadi (32) warga Desa Jomin, Kecamatan Kotabaru, mengatakan lebih memilih masker sekali pakai dibanding masker kain yang bisa dicuci. Menurutnya, masker bedah lebih nyaman digunakan dan aman. “Saya baca-baca di internet, masker bedah lebih aman dibanding masker kain,” tuturnya.

Namun, dia tidak memahami bagaimana seharusnya menangani masker sekali pakai setelah digunakan. Dia biasanya membuang begitu saja masker yang sudah dipakai. “Saya kan engga corona, jadi masker yang sudah saya gunakan masih aman jika dibuang di tempat sampah,” katanya.
Meski begitu Karyadi mengaku khawatir jika menemukan masker bekas di pinggir jalan. Menurutnya bisa saja masker tersebut bekas dipakai oleh orang yang terpapar corona. “Ngeri juga ya, kalau masker bekas penderita corona ada di dekat kita,” ungkapnya.

Sekretaris Gerakan Kepanduan Hizbul Wathan Kabupaten Karawang Diki Setiadi mengatakan, kondisi ini terjadi karena sebagian masyarakat awam masih belum memahami cara menangani sampah masker sekali pakai, terutama tata cara membuangnya. Padahal, sebagai golongan jenis sampah berbahaya, masker sekali pakai seharusnya dikelola secara khusus.

Pemerintah juga seharusnya memberikan edukasi kepada masyarakat cara mengelola sampah masker, agar potensi penyebaran corona bisa ditekan dari segala sisi. “Bisa saja persoalan corona salah satunya dari limbah masker masyarakat. Kita tidak pernah tahu jika sampah masker di pinggir jalan tersebut, ternyata sempat dipakai oleh penderita corona,” ujarnya.
Ia melanjutkan, orang tanpa gejala tidak pernah tahu dirinya terpapar corona. Jika kemudian orang tersebut membuang masker yang dia pakai, itu sangat berpotensi menyebarkan virus corona. “Kalau masyarakat sudah teredukasi, pasti tidak akan membuang sampah masker seenaknya. Ini harus jadi perhatian kita bersama,” paparnya.

Masalah lainnya selain dari perilaku masyarakat adalah kesiapan dan kesigapan dari pemerintah yang terbilang masih kurang. Diki menuturkan, ada sebagian masyarakat yang sudah memahami cara membuang limbah masker dan sampah lainnya yang tergolong B3, tetapi petugas kebersihan justru mengumpulkan sampah-sampah itu menjadi satu dengan sampah biasa. Selain itu juga, pemerintah dinilai belum siap dalam menyediakan sarana pengolahan limbah medis yang memadai, misalnya dengan menyediakan teknologi pembakaran limbah yang efektif dan efisien. “Jadi sekalipun masyarakat sudah sadar, tapi pemerintah belum siap, ya percuma juga,” katanya.

Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Karawang Rosmalia mengatakan, limbah medis dari setiap rumah sakit yang ada di Karawang sudah dikerjasamakan dengan pihak ketiga. Sehingga masker dan limbah lain yang bersumber dari rumah sakit tidak dibuang ke Tempah Pembuangan Akhir Jalupang. Dikatakan Rosmalia, yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga hanya limbah masker dari rumah sakit. Sementara limbah masker dari masyarakat memang diakuinya tetap dibuang ke TPA Jalupang.
“Kalau yang dari luar faskes kita tidak bisa memilah,” ujarnya.

Rosmalia menuturkan, berdasarkan regulasi, pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap pengelolaan sampah sesuai Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sementara untuk limbah, sesuai Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu menjadi tanggung jawab penghasil.
“Sampah domestik atau sampah rumah tangga itu tanggung jawab pemerintah, kalau limbah atau sisa produksi, baik B3 atau non B3 menjadi tanggung jawab penghasil,” pungkasnya. (nce/mal)

Related Articles

Back to top button