METROPOLIS, RAKA – “Kami yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi, tidak bisa teriak “Merdeka” dan angkat senjata lagi. Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, terbayang kami maju dan mendegap hati? Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi. Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami.”
Dua bait dalam puisi berjudul Karawang-Bekasi karya Chairil Anwar, begitu terasa saat kaki melangkah memasuki Taman Makam Pahlawan (TMP) di Pancawati, Kecamatan Klari. Apalagi ketika berada persis di antara 430 makam para pahlawan.
Sepi dan sunyi. Di antara pekuburan berlantai keramik berwarna abu, itu tumbuh beberapa pohon kamboja. Namun ada yang aneh. Tidak seperti pada umumnya. Tidak ada helm di atas kuburan para pahlawan tersebut. Lahan pemakaman seluas empat hektare itupun tanpa pagar belakang. Akses keluar masuk begitu mudah. Rumput liar tumbuh seliar pelajar yang sering bolos di lokasi tersebut. Coretan berwarna merah di tembok terlihat begitu jelas, satu tanda jika di tempat itu biasa digunakan nongkrong para remaja.
Dikatakan penjaga TMP Pancawati, Ma’ruf (40), seluruh makam tidak diberi helm tentara seperti pada umumnya, karena khawatir dicuri. “Kalau helm belum dipasang di sini takut hilang. Masalahnya taman di bagian belakang belum dipagar,” katanya kepada Radar Karawang, baru-baru ini.
Padahal, kata Ma’ruf, sebelum dipindahkan dari Sukaseuri ke Pancawati, makam para pahlawan yang semasa hidupnya berpangkat mayor atau letkol itu diberi helm. “Awalnya di Cikampek (sekarang jadi Masjid Asy Syuhada) pakai helm. Tahun 1992 dipindahkan dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat Yogie SM,” ujarnya.
Selain rawan dicuri, menurut Ma’ruf, lokasi TMP sering dijadikan tempat bolos para pelajar hingga balapan liar. Namun, dia tidak pernah bosan untuk mengusir para remaja yang tidak tahu diri tersebut. “Saya sekarang tegas. Sebelumnya jalan utama ini selalu dipakai balap motor sama anak muda, sebelum pagar dibetulkan,” katanya.
Bukan hanya itu, para remaja tersebut juga melakukan vandalisme di beberapa titik. Mereka seenaknya mencorat-coret tembok. “Kalau saya gak keras disalahin. Saya suka kerepotan anak sekarang keluar masuk, biasanya melakukan corat coret di tembok,” katanya.
Di sisi lain, kata Ma’ruf, lokasi TMP sering dijadikan tempat olahraga warga setempat setiap hari Minggu. “Dibuka dua sampai tiga jam kalau pagi buat olahraga masyarakat,” ungkapnya. (apk)