HEADLINEKARAWANG

Plus Minus TPS per RT

Ketua Komisi I DPRD Karawang Budianto

Pilkades di Era Pandemi

KARAWANG, RAKA – Pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak 177 desa yang akan digelar 21 Maret 2021 berbeda dengan pelaksanaan pilkades sebelumnya. Pilkades serentak gelombang kedua ini digelar saat kondisi pandemi Covid-19 sehingga proses pemungutan suara dilakukan secara terpisah di masing-masing RT atau dusun.

Bidang Pemuda dan Kaderisasi Pemuda Pancasila Karawang Roni Usman tidak setuju pemungutan suara per TPS. Teknis pilkades seperti itu, akan lebih menimbulkan konflik antarwarga pendukung calon kades. Menurutnya, pilkades berbeda dengan pemilihan legislatif (pileg), pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan presiden (pilpres). Pilkades lebih sensitif dibandingkan pileg atau pilkada. Karena ruang lingkup pilkades lebih kecil, hanya satu desa. Gesekan antar masyarakat yang menjadi pendukung tentu akan lebih kental.

Selain itu, dengan pemungutan suara terpisah ini akan menjadikan kades terpilih akan tahu dusun atau RT mana saja yang memilihnya. Dikhawatirkan kedepan ada pembangunan yang tidak merata karena kades terpilih tidak memprioritaskan wilayah yang bukan menjadi basis pemilihnya. “Walaupun pihak penyelenggara sudah mensosialisasikan pilkades itu tidak harus ada permusuhan, mungkin banyak kita melihat di kalangan masarakat pasca pilkades masyarakat masih ada persilisihan gara-gara si A tidak mendukung calon ini. Saya lebih setuju di satu TPS dan diatur jadwal jam dan dusunnya, saya rasa ini juga akan menghindari dari kerumunan masa,” ujarnya, Senin (1/2).

Ketua Komisi I DPRD Karawang Budianto mengatakan, semua pemilihan akan rentan terhadap gesekan atau konflik di lapangan. Ia juga mengakui jika pilkades sangat berbeda dengan pileg, pilpres atau pilkada. Nuansa politik pilkades lebih kental dan lebih sensitif. Namun kaitan dengan dibuatnya per TPS, Komisi I sudah melakukan studi banding ke daerah Subah terkait proses pelaksanaan pilkades dengan pemungutan suara per TPS. “Di sana sudah dilakukan. Itu untuk mengantisipasi apabila terjadi perolehan suara yang sama. Tidak ada pemilihan ulang tetapi dicari dari sebaran suara,” kata Budianto.

Dengan dilaksanakannya pilkades per TPS, ia secara pribadi juga turut merasa khawatir terjadi konflik. Awalnya, dibuat kotak suara per dusun tetapi di tempat yang sama. Namun setelah adanya surat dari Kemendagri, untuk mengantisipasi adanya penyebaran Covid-19 pasca pilkades, maka dilaksanakan di masing-masing dusun atau RW dengan ketentuan 1 TPS maksimal 500 pemilih. “Keamanan dan penjagaan di semua TPS tentu harus lebih diperketat,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi I Danu Hamidi menambahkan, pelaksanaan pilkades per TPS sesuai UU Nomor 6 tentang Desa dan Perbup Kabupaten Karawang. Dilaksanakan di dusun dan per TPS itu, tujuannya untuk menjaga kemungkinan terjadinya suara calon sama sehingga ditentukan dengan jumlah sebaran suara. “Masyarakat kita sudah biasa berdemokrasi tidak akan terjadi hal yang tidak diinginkan tetapi tetap pengamanan harus disiapkan sesuai juklak dan juknis serta aturan lain,” tambahnya.

Disinggung mengenai potensi ketimpangan pembangunan pasca pilkades per TPS, Danu justru menilai dengan dibuatnya pilkades seperti pileg, pilpres dan pilkada ini, akan tumbuh demokrasi yang baik. “Kepala desa akan dituntut lebih baik dalam memberikan pelayanan,” pungkasnya. (nce)

Related Articles

Back to top button