
BERSUMPAH: Cellica Nurrachadiana dan Aep Syaepuloh bersumpah saat dilantik jadi bupati dan wakil bupati Karawang.
KARAWANG, RAKA – Cellica Nurrachadiana dan Aep Syaepuloh hari ini menjadi Senin pertama mereka bertugas sebagai bupati dan wakil bupati Kabupaten Karawang, setelah Jumat (26/2) dilantik oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Gedung Merdeka, Bandung. Meski bukan kali pertama untuk Cellica, namun sebagai petahana yang berhasil mempertahankan kekuasannya, banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan pada periode sebelumnya.
Pekerjaan rumah yang pertama adalah persoalan pengangguran. Dalam visi misinya saat kampanye, Cellica-Aep menyebutkan akan melakukan percepatan pengentasan kemiskinan dan pengangguran. Berdasarkan informasi yang berhasil diperoleh dari Badan Pusat Statistik Karawang, tahun 2015 jumlah pengangguran terbuka di Kabupaten Karawang sebanyak 113.693 orang. Terdiri dari 77.787 laki-laki dan 35.906 perempuan. Empat tahun kemudian, yaitu tahun 2019 tercatat angka pengangguran mencapai 102 ribu orang. Tahun 2020, angka pengangguran kembali naik menjadi 180 ribu orang. Menurut anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Ihsanudin, jumlah pengangguran yang begitu banyak di Karawang sangat ironis. Pasalnya,Karawang yang dikenal sebagai wilayah industri, terdapat 1.586 perusahaan. “Ironis kalau sampai hari ini angka penganggurannya masih tinggi dan tingkat kemiskinannya juga cukup tinggi,” tuturnya.
Potensi industri yang ada di Karawang, lanjutnya, selama ini tidak dibarengi interest yang cukup dari pemimpinnya. Karenanya ia berharap pemerintahan Karawang ke depan harus lebih serius menangani masalah pengangguran dan kemiskinan yang masih tinggi. “Buka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, tingkatkan peredaran modal usaha, tempatkan pencari kerja ke tempat yang sesuai kemampuan, serta melatih para pencari kerja untuk memiliki jiwa entrepreneur atau membuka usaha sendiri,” pungkasnya.
Setali tiga uang dengan pengangguran, jumlah kemiskinan di Karawang juga memprihatinkan. Tahun 2015, sebanyak 235.030 warga masih miskin, tahun 2017 meningkat menjadi 236.480. Setelah corona mewabah, angka kemiskinan bertambah lagi menjadi 846.807 jiwa berkategori miskin Berdasarkan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) pada Januari 2020.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) Yudi Helfi mengatakan, dari segi keilmuan banyak teori tentang kemiskinan, salah satunya ialah kemiskinan strukural. Dalam teori ini kemiskinan seseorang bukan sebab malas dan tidak mau berusaha, melainkan sebab situasi dari luar dirinya dimana ia sulit untuk keluar dari kemiskinan. “Contohnya anak orang miskin cenderung akan miskin juga,” terangnya.
Ia menyampaikan, keluarga miskin tidak bisa memenuhi kebutuhan anaknya dalam berbagai aspek. Aspek kesehatan misalnya, orang tua tidak bisa menyediakan nutrisi yang cukup untuk anaknya. Sang anak akan tumbuh dengan kebutuhan gizi dan nutrisi yang kurang, dan pada akhirnya mempengaruhi kemampuan belajarnya. Kondisi-kondisi seperti ini nantinya juga akan berpengaruh pada kehidupannya kelak. Meski demikian, anak dari keluarga miskin bukan berarti sama sekali tidak bisa keluar dari kemiskinannya. Boleh jadi ia bisa mengalami mobilitas vertikal jika mendapatkan akses saat dia mendapatkan faktor pengungkit. Faktor pengungkit inilah yang akan membawanya pada strata sosial yang lebih tinggi. Misalnya relasi yang mempunyai lingkup sosial lebih besar, sehingga ia pun masuk ke dalamnya dan mendapat akses lebih besar.
Faktor pengungkit ini bisa juga hadir dengan adanya intervensi negara. Contohnya adalah jaminan akses pendidikan bagi keluarga miskin. Meskipun pada kenyataanya intervensi negara juga tidak bisa 100 persen mengeluarkan masyarakat dari kemisikinannya. “Tetap sebaiknya pemerintah mengoptimalkan intervensinya untuk mengentaskan kemiskinan,” ujarnya
Dalam mengentaskan kemiskinan dan pengangguran, dalam visi misinya, Cellica-Aep berjanji menggenjot usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dalam 100 hari pertama kerja. Melihat kinerja Cellica yang sebelumnya berpasangan dengan Ahmad Zamakhsyari, dalam meningkatkan jumlah UMKM bisa dilihat dari angka pelaku usaha tersebut. Pada tahun 2015, jumlah pelaku UMKM sebanyak 38.904 unit usaha. Sedangkan tahun 2020, jumlah pelaku UMKM naik drastis. Itu terlihat dari jumlah UMKM yang terdaftar menerima bantuan modal usaha program bantuan presiden usaha mikro yaitu 87.574 UMKM.
Persoalan pendidikan juga tidak kalah ruwetnya. Mulai dari infrastruktur hingga angka putus sekolah. Tercatat, tahun 2021 sebanyak 915 ruang kelas sekolah rusak. Rinciannya, 483 ruang kelas sekolah kondisinya rusak sedang dan 432 ruang kelas sekolah yang rusak berat. Tahun sebelumnya, ruangan kelas sekolah yang rusak sedang mencapai 653 unit. Sedangkan ruang kelas sekolah yang rusak berat sebelumnya mencapai 1.170 unit. Tahun ini, Pemkab Karawang mengalokasikan anggaran sekitar Rp50 miliar untuk perbaikan ruangan kelas yang kondisinya rusak. Anggaran itu bersumber dari APBD Karawang.
Persoalan kesehatan saat ini erat kaitannya dengan penanganan wabah corona. Hingga kemarin, masih terjadi penambahan jumlah penderita corona. Rata-rata setiap harinya, ada lebih dari 50 orang pasien corona baru. Upaya untuk menutaskan penyebaran Covid-19 terus dilakukan Pemkab Karawang. Meski begitu, Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang mencatat belum tampak penurunan jumlah pasien corona secara signifikan dalam grafik perkembangan kasus konfirmasi corona, mulai dari Aprik 2020 hingga Februari 2021. Selain itu, tren kematian ibu dan bayi terus bertambah sejak 2016 hingga November 2020. Itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang Nanik Jodjana saat workshop bersama Keluarga Berencana Pasca Persalinan (KBPP), akhir tahun lalu.
Di Kabupaten Karawang, ancaman kekerasan terhadap anak pun masih ada, predator seks bisa kapan saja memangsa anak-anak. Keberadaannya sulit dideteksi. Modusnya beragam. Dan korbannya bisa siapa saja. Ini menjadi pekerjaan rumah Cellica-Aep, karena tahun 2019, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Karawang mencatat sebanyak 29 korban kekerasan seksual terhadap anak. Sedangkan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Karawang mencatat ada 27 kasus pencabulan terhadap anak. Sedangkan tahun 2020, berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa), dari bulan Januari hingga November telah terjadi 41 kasus kekerasan perempuan dan anak di Kota Pangkal Perjuangan. Jumlah tersebut terbanyak keenam di Jawa Barat.
Koordinator Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Kabupaten Karawang Gustiawan mengatakan, persoalan banjir masih menjadi pekerjaan rumah terbesar Cellica-Aep. Pasalnya, sejak sepuluh tahun terakhir, banjir setiap tahun terjadi. Dan kemarin, merupakan terparah. “Persoalan drainase memperparah luapan air. Karena drainase sekarang dasarnya menggunakan beton, itu membuat air tidak terserap dan akhirnya meluap,” ujarnya. (mra/psn/nce)