Malas Belajar Online, Pilih Putus Sekolah
MALAS SEKOLAH: Dua warga Cikampek memilih bekerja daripada melanjutkan sekolah.
CIKAMPEK, RAKA – Belajar online selama satu tahun lebih membuat sejumlah siswa mengalami tekanan secara psikologi hingga kehilangan motivasi belajar. Alhasil, banyak di antara mereka yang memilih untuk berhenti sekolah.
Irvan (14) misalnya, warga Kampung Cinangka, Desa Cikampek Pusaka, Kecamatan Cikampek, itu memilih bekerja jadi kernet membantu orangtuanya, dibanding melanjutkan sekolah ke tingkat SLTP. Alasannya, belajar online tidak membuatnya tertarik meneruskan sekolah. “Kalau belajar terus bosen, soalnya gitu-gitu aja sih,” ucapnya, kepada Radar Karawang.
Ia menambahkan, sebenarnya ia akan melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMP karena permintaan orang tuanya, namun wabah Covid-19 membuat aktivitas sekolah diliburkan, sehingga ia lebih memilih menjadi kernet mobil bersama orang tuanya. “Kalau jadi kernet saya jadi punya hiburan, mau sekolah juga percuma karena belajar di sekolah sedang diliburkan. Jadi saya lebih pilih kerja,” tambahnya.
Irvan mengaku, selain mendapatkan penghasilan, kini ia belajar mengendarai mobil, tentunya ia memiliki keinginan untuk melanjutkan pekerjaan orang tuanya sebagai sopir tempat orang tuanya bekerja. “Sebenarnya jadi kernet juga saya sudah dapat upah, makanya saya bebas mau merokok juga, karena sudah tidak sekolah juga sih,” akunya.
Hal serupa disampaikan Asep (16), ia juga tidak melanjutkan sekolah dan memilih ikut bekerja dengan keluarganya di Kalimantan sebagai buruh proyek jalan. Menurutnya, bekerja lebih mengasyikan ketimbang sekolah. “Mungkin memang sudah bagian saya untuk bekerja dan tidak melanjutkan sekolah, minimal saya juga tidak membebankan orang tua saya karena sudah bisa nyari uang sendiri,” pungkasnya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan banyak siswa mengalami tekanan secara psikologi hingga putus sekolah, karena berbagai masalah yang muncul selama mengikuti belajar jarak jauh atau belajar online yang dilakukan selama pandemi corona. “Banyak anak tidak bisa mengakses PJJ secara daring, sehingga banyak dari mereka yang tidak naik kelas sampai putus sekolah,” kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam keterangan pers.
Ia mengatakan KPAI telah menerima sejumlah pengaduan yang menunjukkan bahwa guru dan sekolah tetap mengejar ketercapaian kurikulum meski di tengah kesulitan yang dialami masyarakat akibat dampak pandemi. Padahal, Surat Edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nomor 4 Tahun 2020 menyebutkan bahwa selama belajar online guru tidak boleh mengejar ketercapaian kurikulum karena keterbatasan waktu, sarana, media pembelajaran dan lingkungan yang dapat menjadi kendala selama proses pembelajaran. Namun, faktanya banyak guru tetap mengejar ketuntasan kurikulum dengan cara memberikan tugas terus menerus pada siswa mereka selama belajar online. Retno menduga akibat keegoisan sekolah untuk menuntaskan pencapaian kurikulum, banyak siswa merasa terbebani hingga mengalami tekanan secara psikologi, tidak naik kelas, bahkan sampai putus sekolah. “Padahal, siswa kelelahan dan tertekan merupakan bentuk kekerasan juga,” kata Retno. (mal)