Kompleks Makam Syekh Quro di Masa Pandemi
LENGANG: Kompleks Makam Syekh Quro di Kampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, tampak lengang dari para peziarah.
Sepi Peziarah, Pedagang Menjerit
LEMAHABANG, RAKA – Ramadan bukan saja menjadi bulan penuh hikmah, namun juga menguntungkan bagi para pedagang yang berjualan di sekitar tempat-tempat religi. Seperti Makam Syekh Qurotul Ain atau Syekh Quro di Kampung Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang. Kompleks makam tersebut digadang-gadang akan menjadi destinasi wisata religi, mengingat selama ini banyak peziarah datang ke makam tersebut.
Meski pihak pengelola belum membuka sepenuhnya, karena khawatir menjadi penyebab penyebaran virus Covid-19, namun para peziarah datang silih berganti tak terbendung.
Berbarengan dengan itu, para pelapak di sekitar area kompleks Makam Syekh Qurotul Ain bisa kembali tersenyum lebar dengan kedatangan para pengunjung, khususnya dalam dua bulan terakhir ini.
Menurut Kasie Trantib Desa Pulokalapa Dedi, hingga saat ini pihak pengelola kompleks Syekh Qurotul Ain belum membuka sarana ziarah, bahkan para peziarah yang biasa datang Sabtu malam pun belum bisa melaksanakan aktivitas seperti biasanya. Kecuali, mereka yang sengaja datang dari jauh, dari luar Karawang atau luar Provinsi Jawa Barat. “Yang datang dari luar pun kita data dulu, mereka yang datang wajib menerapkan protokol kesehatan, begitupun bagi para pedagangnya,” ucapnya.
Jika melihat ke belakang, kata Dedi, sebelum ada wabah corona, keberadaan makam Syekh Qurotul Ain memberi kemanfaatan bagi warga sekitar yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Terlebih, pemerintah desa memberi mereka kesempatan untuk membuka lapak, warung dan perbelanjaan lainnya.
Tak heran jika masyarakat setempat memanfaatkan kesempatan tersebut. Bagaimana tidak, sebelum ditutup gara-gara wabah virus corona, kompleks Makam Syekh Qurotul Ain yang berada di Desa Pulokalapa ini tidak pernah sepi, apalagi ketika haul dan perayaan-perayaan hari besar lainnya. Luas area makam yang mencapai sekitar 4 hektare itu dipadati peziarah. “Peziarah bukan dari Karawang saja, banyak juga yang datang dari jauh,” katanya.
Selain pelapak di luar area komplek, di dalam setelah melalui gerbang masuk saja tak sedikit lahan yang dimanfaatkan oleh para pelapak. Dedi menyimpulkan, keberkahan ilmu itu tidak hanya bisa dirasakan ketika hidup, bagi mereka yang bergelar alim, ketika meninggal pun masih bisa memberi kemanfaatan orang lain.
Namun setelah corona mewabah, para pedagang sempat kelimpungan karena tidak ada pengunjung atau peziarah yang datang. Otomatis, jajanan atau oleh-oleh yang disediakan para pedagang tidak terjual, dan tersimpan dalam waktu setahun terakhir ini. “Pas corona mah ampun, bisa balik modal saja udah untung,” kata salah satu pelapak, Erus.
Bahkan, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari pun ia terpaksa ikut meminjam dana ke bank emok. Karena kalau tidak, biaya sehari-hari untuk modal dagangnya tidak bisa tercukupi. “Semoga cepat berakhir wabah ini teh lah, pusing euweuh nu jajan pisan. Sepi teh sepi weh,” celetuknya.
Pengunjung asal Cikampek, Salim mengaku, sebelum ada wabah corona, setiap Sabtu malam ia dan keluarganya tak pernah terlewat untuk berziarah, bahkan turunnya hujan pun tak dia hiraukan. Berbeda dengan sekarang, tak ada aktivitas orang berziarah. “Datang ke sana ngopi doang, gak ada yang ziarah,” akunya. (rok)