Keberanian Petugas Kesehatan Maksimum
KUTAWALUYA, RAKA – Penyebaran corona masih terjadi, sejak Maret 2020 hingga saat ini tercatat 20 ribu warga Karawang pernah merasakan efek buruk virus impor dari Tiongkok tersebut. Bahkan, 667 orang diantaranya dinyatakan meninggal.
Petugas kesehatan adalah salah satu garda terdepan untuk memerangi virus Covid-19. Siang malam tanpa lelah terus melakukan perawatan kepada pasien yang terpapar, memberi pencerahan kepada masyarakat yang masih ‘buta’ informasi, dan menegur orang yang lalai terhadap protokol kesehatan.
Terutama mereka yang bertugas melakukan tes swab, tentu memiliki resiko tinggi. Pasalnya mereka harus berhadapan sekaligus mengambil simpel lendir dari orang lain, bahkan sekalipun orang yang diduga memiliki gejala corona. Tim Swab Puskesmas Kutamukti, Kecamatan Kutawaluya, Budi Widiana mengatakan, sehari-hari dirinya bertugas melakukan swab. Lebih dari itu, Budi juga harus berurusan dengan orang-orang yang terkonfirmasi positif corona, misalnya tracking hingga mengantarkan jenazah Covid-19 ke pemakaman.
“Saya gak takut positif (corona) karena resiko tenaga kesehatan, yang penting berpikir positif saja. Pulang ke rumah langsung bebersih misalnya mandi dan cuci baju,” jelasnya kepada Radar Karawang saat ditemui di Puskesmas Kutamukti.
Selain berisiko, kata dia, petugas swab juga kerap ditakuti oleh masyarakat. Sebab setiap tracking atau melakukan tugas di lapangan dirinya selalu memakai hazmat. Sementara, masyarakat masih ada yang takut dengan kehadiran petugas kesehatan yang berseragam lengkap.
“Kita pakai hazmat kadang tiga sampai empat jam, soalnya suka ngaret datang kan orang yang mau di swab nya,” kata Budi.
Meski menjadi garda terdepan penanganan Covid-19, bapak anak satu ini mengaku selama ini belum terkonfirmasi positif Covid-19, walaupun sudah beberapa kali diswab. Kemudian dalam menjalankan tugas yang beresiko ini, dia juga memberikan penjelasan kepada keluarganya akan tugas yang digelutinya, hal itu agar menghilangkan rasa takut keluarga di rumahnya.
“Kerja saya kan berhubungan langsung di depan banget sama orang yang gak tahu positif atau tidak. Tapi Alhamdulillah keluarga udah paham,” pungkasnya.
Lain lagi dengan Ketua BPD Kiarapayung Adis. Meski posisi dirinya sebagai ketua BPD, dia juga bertugas sebagai sopir ambulans desa yang ditugaskan menjemput warga yang dinyatakan Covid-19. “Apalagi wilayah kita memang ada beberapa perusahaan, dengan cepat dan sigap kita meluncur langsung bawa mobil ambulans,” tambahnya.
Ia mengaku, pada saat melakukan penjemputan hanya menggunakan pakaian seadanya, meskipun hal itu menimbulkan rasa takut pada dirinya, rupanya tidak menghalangi semangatnya. ”Pokoknya dengan APD seadanya kita terus meluncur melakukan penjemputan,” akunya.
Menurutnya, menjadi sopir ambulans memiliki kesan tersendiri, apalagi pada saat membawa pasien Covid-19 yang memiliki riwayat penyakit jantung. “Kalau cara berkendara sih kita sesuaikan saja seperti rumah sakit pada umumnya, yang pasti ini menguji adrenalin kita, ini sebuah fenomena yang memang banyak memberikan pelajaran hidup untuk kita,” pungkasnya. (mra)