Pajak Sembako Bebani Petani
Dedi Mulyadi
PURWAKARTA, RAKA – Wacana pemerintah mengenakan pajak untuk sejumlah kebutuhan pokok dan jasa pendidikan, tidak mendapatkan tanggapan positif.
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi dengan tegas menolak wacana tersebut karena dinilai tidak tepat. Menurutnya, masih banyak hal yang bisa dikenakan pajak selain sembako dan jasa pendidikan.
“Saya tegas menolak pajak untuk bahan pokok produk pertanian. Negara tak boleh ambil untung dari kebutuhan pokok rakyat,” ujarnya akhir pekan lalu.
Dia menilai, jika sembako yang berasal dari produk pertanian dikenakan pajak 5 hingga 12 persen, maka petani akan semakin rugi karena ongkos produksi semakin tinggi. “Dengan rencana kenaikan pajak itu, maka prinsip-prinsip negara menyediakan pangan sebagai bagian dari fungsi negara melindungi rakyat menjadi hilang. Harusnya negara melindungi pengadaan dan ketersediaannya,” kata dia.
Dedi memiliki gagasan agar wacana tersebut dialihkan dengan meningkatkan pajak plastik karena perusahaan atau industri yang menggunakan bahan baku plastik lebih cocok untuk dikenakan pajak yang tinggi. Sebab mereka menghasilkan sampah plastik yang hingga kini menjadi masalah lingkungan. “Pajaknya ditingkatkan saja. Nah uang pajaknya itu kan bisa digunakan untuk pengelolaan limbah, termasuk plastik mulai dari desa setiap daerah,” tambahnya.
Hal tersebut menurutnya, lebih baik dibanding dengan mengenakan pajak pada sembako seperti cabai dan beras. Sebab selama ini sembako lebih bermanfaat bagi masyarakat dan tidak meninggalkan problem sampah di lingkungan. “Kalaupun sembako menghasilkan sampah itu mudah diolah dan dimanfaatkan oleh masyarakat,” ucap dia.
Selain itu, pajak sembako akan menimbulkan masalah baru bagi petani, pedagang hingga konsumen. “Petani menjerit, pedagang meradang, pembeli nyeri ulu hati,” tandasnya.
Di sisi lain Dedi juga menilai pajak tersebut malah akan menghilangkan semangat petani. Sebab dikhawatirkan pajak malah akan membebani sehingga tidak ada lagi masyarakat yang ingin menjadi petani di Indonesia. “Kalau melihat data jumlah petani kita setiap tahun menurun. Jangan sampai wacana ini malah akan semakin menurunkan minat masyarakat akan pertanian,” ujar Dedi. (gan)