Pemeliharaan Monumen Gempol Ngadeupa Pakai Uang Pribadi
DIABADIKAN: Monumen Gempol Ngadeupa saksi perjuangan pahlawan melawan Belanda.
KARAWANG, RAKA – Monumen Gempol Ngadeupa, salah satu peninggalan sejarah untuk mengenang peristiwa adanya agresi militer Belanda II yang berlangsung antara tahun 1946–1948 di Kabupaten Karawang.
Sayangnya, pemeliharaan monumen ini belum ada sokongan dari pemerintah, sehingga menggunakan uang pribadi pengelola.
Monumen Gempol Ngadeupa dibangun di Desa Cipurwasari, Kecamatan Tegalwaru, pada tahun 1978-1980 pada saat masa Mayjen Tayo Tarmadi diminta Kodam III Siliwangi. Pembangunan dilakukan untuk mengenang 1.000 tentara yang telah gugur saat peristiwa agresi militer Belanda II. Tentara tersebut berasal dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Rakyat. Seluruh tentara gugur karena adanya bom yang dijatuhkan oleh tentara Belanda. “Monumen ini dibangun sebagai bentuk penghargaan tentara kita dan masyarakat tidak melupakan sejarah tersebut,” ujar Munun, sesepuh pada Minggu (15/8).
Pemberian nama Gempol Ngadeupa awalnya pada jaman dahulu ada pohon gempol. Kemudian ada tentara yang sedang tiarap saat peperangan. Kata ngadeupa diartikan dalam bahasa Indonesia yakni tiarap. “Dahulu di area ini banyak pohon gempol karena ada pengeboman masyarakat dan tentara ngadeupa,” ungkapnya.
Endang Citra Saputra mengungkapkan, bahwa monumen tersebut akan dijadikan sebagai tempat wisata sejarah. Hal tersebut masih terkendala di akses perjalanan. Jalan menuju ke arah gempol masih tanah dan penuh bebatuan. Selain itu jalanannya pun masih tidak terdapat lampu jalan. “Nantinya akan di fungsikan sebagai tempat wisata, tapi sebelumnya harus ada perbaikan jalan terlebih dahulu,” ungkap Endang Citra Saputra, sekretaris Desa Cipurwasari.
Pengelola monumen tersebut Muslim Batubara mengungkapkan, bahwa selama ini perbaikan hanya menggunakan dana pribadi. Belum ada sentuhan perbaikan dari pemerintah daerah. “Buat memperbaiki pagar, ngecat dan lain-lain masih pakai uang saya sendiri,” pungkasnya. (nad)